Suara.com - Program restrukturisasi kredit oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai mampu menjaga kelangsungan bisnis usaha di Indonesia, khususnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Program restrukturisasi kredit tersebut akan segera berakhir pada Maret 2023.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai beberapa sektor usaha cenderung lebih lambat pulih akibat dampak pandemi, seperti akomodasi dan restoran, sehingga perpanjangan program restrukturisasi kredit kemungkinan masih dibutuhkan.
“Tentu dengan perpanjangan insentif restrukturisasi ini dapat menjaga kelangsungan bisnis usaha, khususnya UMKM,” jelas Josua.
Di sisi lain, dia mengatakan meski pulih lebih lambat dibandingkan bisnis lainnya, dari sisi sumbangan terhadap produk domestik bruto (PDB) kedua sektor tersebut sudah kembali ke level pra-pandemi COVID-19.
Menurut OJK, Kredit perbankan pada Agustus 2022 tumbuh relatif stabil 10,62 persen year on year (yoy) dan secara month to month (mtm) nominal kredit perbankan juga tumbuh sebesar Rp 20,13 triliun menjadi Rp 6.179,5 triliun. Pertumbuhan kredit ini salah satunya ditopang oleh kredit jenis modal kerja yang tumbuh sebesar 12,19 persen yoy.
Josua mengatakan pihaknya juga menyambut positif jika OJK membedakan perpanjangan relaksasi kredit berdasarkan sektoral, geografis dan kemampuan kredit, sehingga insentif yang diberikan tepat sasaran dan bisa menggerakkan pertumbuhan ekonomi.
“Dengan demikian, kami menilai langkah OJK untuk menyeleksi region ataupun skala usaha yang dapat diberikan insentif perpanjangan restrukturisasi sudah tepat, sehingga sasaran insentif restrukturisasi tersebut dapat lebih tepat sasaran,” jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae memberikan sinyal kuat untuk memperpanjang program restrukturiasi kredit yang akan berakhir pada Maret 2023. Perpanjangan diberikan untuk sektor usaha yang belum pulih dari dampak pandemi.
Menurut data OJK per Agustus 2022, restrukturisasi kredit kembali mencatatkan penurunan sebesar Rp 16,77 triliun menjadi Rp 543,45 triliun dengan jumlah nasabah turun menjadi 2,88 juta dari sebelumnya 2,94 juta nasabah pada juli 2022.
Baca Juga: Marak Kejahatan Siber, OJK Tekankan Pentingnya Identitas Digital yang Aman
Dengan perkembangan tersebut, nilai kredit restrukturisasi COVID-19 dan jumlah nasabahnya masing-masing telah turun 34,56 persen dan 57,90 persen.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Pertamina Tunjuk Muhammad Baron Jadi Juru Bicara
-
Dua Platform E-commerce Raksasa Catat Lonjakan Transaksi di Indonesia Timur, Begini Datanya
-
KB Bank Catat Laba Bersih Rp265 Miliar di Kuartal III 2025, Optimistis Kredit Tumbuh 15 Persen
-
Ekspor Batu Bara RI Diproyeksi Turun, ESDM: Bukan Nggak Laku!
-
IHSG Berhasil Rebound Hari Ini, Penyebabnya Saham-saham Teknologi dan Finansial
-
Pengusaha Muda BRILiaN 2025: Langkah BRI Majukan UMKM Daerah
-
Ekonomi RI Tumbuh 5,04 Persen, Menko Airlangga: Jauh Lebih Baik!
-
Citibank Pastikan Kinerja Keuangan di Kuartal III 2025 Tetap Solid
-
Alasan Indonesia Belum Jadi Raja Batu Bara Asia, Padahal Pasokan dan Ekspor Tinggi
-
APINDO: Isu Utama Bukan hanya UMP Tapi Penciptaan Lapangan Kerja Formal