Suara.com - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengungkapkan pembahasan mengenai pembiayaan iklim berkelanjutan tidak hanya membangun energi baru terbarukan, tetapi juga berbicara tentang pembiayaan transisi.
“Untuk negara seperti Indonesia di mana listriknya surplus, sangat penting untuk berbicara tentang bagaimana internasional dapat mendukung Indonesia dalam pengurangan dan penghentian dini pembangkit listrik tenaga batubara yang ada,” kata Wamenkeu dalam keterangan persnya, Jumat (21/10/2022).
Ketika memenuhi permintaan listrik untuk energi baru terbarukan, Wamenkeu menjelaskan bahwa Indonesia juga harus berbicara tentang surplus listrik yang tidak merata di seluruh negeri.
“Beberapa bagian Indonesia mengalami surplus dan bagian tertentu lainnya masih dalam permintaan tinggi,” ujar Wamenkeu.
Terkait dengan aksi perubahan iklim, Wamenkeu mengatakan Indonesia baru-baru ini memperbarui komitmen untuk mencapai Nationally Determined Contributions menjadi 31,9 persen dengan usaha sendiri dan 43,2 persen dengan dukungan internasional.
“Untuk itu, Pemerintah Indonesia akan melacak kembali APBN yang kami keluarkan untuk anggaran perubahan iklim dan itu kami gunakan sebagai dasar untuk sejumlah penerbitan obligasi,” kata mantan Kepala Kebijakan Fiskal (BKF) ini.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa Indonesia juga telah menerbitkan Green Sukuk sejak tahun 2018 dan merupakan negara pertama yang menerbitkan Green Sukuk. Green Sukuk diproyeksikan memiliki dampak positif terhadap sosial dan lingkungan untuk membiayai energi terbarukan, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, transportasi berkelanjutan, dan pengelolaan limbah.
Selain itu, Indonesia juga telah menerbitkan SDG Bonds di pasar global pada tahun 2021.
“Kita harus terus berbicara dengan investor kita untuk memastikan bahwa SDG dan green issuance dapat diterima oleh pasar dan pada akhirnya memiliki perbedaan harga dengan obligasi konvensional,” ujar Wamenkeu.
Baca Juga: Sinergi Pertamina Grup Inisiasi Perdagangan Karbon
Di sisi lain, Indonesia juga mendukung Taksonomi ASEAN. Wamenkeu menilai hal tersebut merupakan kerja sama yang baik untuk memastikan bahwa masa depan keuangan berkelanjutan berada dalam urutan yang tepat. Indonesia juga telah memberlakukan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengatur mengenai pajak karbon.
“Ini akan menjadi langkah yang akan kita gunakan untuk mencapai Net Zero Emission 2060 atau lebih awal untuk Indonesia,” pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
PLN Jamin Ketersediaan SPKLU demi Kenyamanan Pengguna Kendaraan Listrik Sepanjang Nataru
-
Kapitalisasi DRX Token Tembus Rp2,4 Triliun, Proyek Kripto Lokal Siap Go Global
-
Saham Emiten Keluarga Bakrie Mulai Bangkit dari Kubur
-
Eks Tim Mawar Untung Budiharto Kini Bos Baru Antam
-
Sempat Rusak Karena Banjir, Jasa Marga Jamin Tol Trans Sumatera Tetap Beroperasi
-
Banyak Materai Palsu di E-Commerce, Pos Indonesia Lakukah Hal Ini
-
Mendag Dorong Pembentukan Indonesia Belarus Business Council
-
Tekanan Jual Dorong IHSG Merosot ke Level 8.649 Hari Ini
-
Bank Mega Syariah Luncurkan Program untuk Tingkatkan Frekuensi Transaksi
-
Pertemuan Tertutup, Prabowo dan Dasco Susun Strategi Amankan Ekonomi 2025 dan Pulihkan Sumatera