Suara.com - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan merasa lega kasus tumpahan minyak Montara di Laut Timor bisa menemukan titik terang. Pasalnya, kasus tersebut telah mandek selama 13 tahun sejak 2009.
Menurut Luhut, kasus ini seharusnya telah selesai sebelum Presiden Joko Widodo memerintah.
"Kita tuh jangan pura-pura melupakan. Terus terang saya kesal, karena selesai sebelum zaman Jokowi. Sudah lah kita nggak usah cari yang lalu. Kalau pergantian pemerintah ya nggak papa kita terusin, karena ini kita melindungi lingkungan dan rakyatnya, karena ini tugas siapapun pemerintahnya," ujar Luhut dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Kamis (24/11/2022).
Dalam perjalanan kasus tumpahan minyak, Luhut menyebut, perusahaan minyak asal Thailand PTTEP mau membayar kerugian yang diterima oleh warga setempat.
Perusahaan tersebut, lanjut dia, akan membayar sebesar 192,5 juta dolar Australia atau setara Rp2,03 triliun (Kurs Rp10.559).
"Kemarin dari PTTEP, dari Thailand sudah berikan pembayaran ke tuntutan pengadilan. Yaitu merekan akan bayar 192,5 jt dolar Australia atau USD129 juta," kata Luhut.
Seperti diketahui, insiden yang terjadi pada 2009 bermula dari tumpahan minyak yang bersumber dari PTTEP telah menyebabkan kerugian secara material dan kematian. Selain itu banyak para petani rumput laut dan nelayan yang kehilangan mata pencaharian di kawasan Laut Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Tumpahan minyak ini, menyebabkan 90.000 kilometer persegi telah mencemari Laut Timor yang bersumber dari lapangan Montara. Setidaknya 85 % tumpahan minyak ini terbawa oleh angin dan gelombang laut ke perairan Indonesia.
Menurut penelitian dari USAID-Perikanan-Lingkungan Hidup dan Pemerintah NTT pada 2011, menemukan paling tidak ada 64.000 hektare terumbu karang rusak atau sekitar 60 persen terumbu karang di perairan Laut Sawu hancur. Ikan-ikan dasar laut dan udang banyak yang mati.
Baca Juga: Kepulauan Widi Akan Dilelang di Situs Asing, Jubir Luhut: Tak Bisa Dimiliki Pihak Manapun!
Selain itu, tidak sedikit ikan hiu dan paus mati di perairan Laut Sawu. Kematian ikan kakap dan sardin menyebabkan berkurangnya tangkapan nelayan, sehingga menimbulkan kenaikan harga ikan di Kota Kupang naik.
Berbagai penyakit juga timbul di masyarakat, seperti gatel-gatel, borok dan lain-lain. Kematian juga menjadi masalah pada kasus ini termasuk sejumlah saksi penting kasus Montara ini.
Berita Terkait
Terpopuler
- Resmi Dibuka, Pusat Belanja Baru Ini Hadirkan Promo Menarik untuk Pengunjung
- Kenapa Motor Yamaha RX-King Banyak Dicari? Motor yang Dinaiki Gary Iskak saat Kecelakaan
- 7 Rekomendasi Motor Paling Tangguh Terjang Banjir, Andalan saat Musim Hujan
- 5 Shio Paling Beruntung di 1 Desember 2025, Awal Bulan Hoki Maksimal
- 5 Moisturizer dengan Kolagen agar Kulit Tetap Elastis dan Muda
Pilihan
-
iQOO 15 Resmi Meluncur di Indonesia: HP Flagship Monster Pertama dengan Snapdragon 8 Elite Gen 5
-
Rosan Tunjuk Purbaya Usai Sebut Kerjaan Kementerian Investasi Berantakan
-
6 Mobil Turbo Bekas untuk Performa Buas di Bawah Rp 250 Juta, Cocok untuk Pecinta Kecepatan
-
OPEC Tahan Produksi, Harga Minyak Dunia Tetap Kokoh di Pasar Asia
-
Menteri UMKM Sebut Produk Tak Bermerek Lebih Berbahaya dari Thrifting: Tak Terlihat tapi Mendominasi
Terkini
-
Pertamina Patra Niaga Pastikan Keselamatan Pekerja Terdampak Banjir
-
BRI Rilis Indeks Bisnis UMKM Q3-2025, Kinerja UMKM Tetap Ekspansif
-
Penghargaan CGPI 2024: BRI Kukuhkan Tata Kelola Terbaik di Indonesia
-
Poin-poin Utama Kasus Dana Nasabah Mirae Asset Rp71 Miliar 'Hilang'
-
Panduan Mengurus STNK, BPKB, dan Risalah Lelang Kendaraan Hasil Lelang
-
Asing Topang IHSG, Saham CDIA, BRMS, dan ASII Paling Banyak 'Dipanen'
-
Rosan Tunjuk Purbaya Usai Sebut Kerjaan Kementerian Investasi Berantakan
-
Bandara IMIP Dicabut Statusnya, Menteri Investasi: Investor Butuh Kepastian, Bukan Label
-
PGAS-GIAA Kirim 3 Ton Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera, Aceh Jadi Fokus Utama
-
Bahlil Relaksasi Aturan Beli BBM Pakai Barcode di Sumatra-Aceh