Suara.com - Pemerintah diminta untuk memperbaiki tata kelola industri sawit mulai dari hulu ke hilir. Hal ini, sembari menunggu gugatan yang telah diajukan pemerintah terhadap Uni Eropa terkait isu Indirect land use change (ILUC) yang menjadi cikal bakal dari EUDR (Eroupean Union Deforation Regulation).
Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesa (POPSI), Gamal Nasir menyatakan, menghadapi situasi seperti ini sambil menunggu proses gugatan WTO maka sebaiknya semua pemangku kepentingan kelapa sawit juga harus berbenah. Terutama pemerintah sebagai regulator. Kebijakan ini memang diskriminatif dan sudah tepat indonesia menggugat ke WTO.
Petani kelapa sawit pasti akan sangat terdampak. Regulasi EU bila dilaksanakan tanpa melihat kondisi Indonesia hanya akan mengabaikan upaya dan usaha perbaikan yang telah dilakukan khususnya untuk petani.
EU harus memberikan dorongan untuk peningkatan kepatuhan dan hukum terhadap keberlanjutan.
Semua pemangku kepentingan harus menerapkan prinsip semua ikut serta, tidak boleh ada yang tertinggal (leave no one behind) dalam sustainable.
Kebijakan – kebijakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah yaitu melakukan pemetaan tata guna lahan yang akurat serta diikuti implementasi yang ketat dalam kaitan dengan pengembangan kelapa sawit kedepan.
Pemerintah harus memastikan implementasi kebijakan secara tegas terkait pelarangan pemanfaatan kawasan high conservation value dan high carbon stock. Harus ada regulasi khusus menyangkut hal ini.
Pemerintah memastikan legalitas lahan perkebunan sawit rakyat yang terlanjur berada dalam kawasan hutan melalui kebijakan pelepasan kawasan hutan sesuai regulasi yang berlaku. Harus ada kebijakan pelepasan kawasan
hutan untuk kebun rakyat.
"Khusus ISPO pemerintah harus serius dengan regulasi yang sudah dibuat. Tahun 2025 sudah wajib bagi kebun tetapi sampai sekarang belum ada gerakan ke arah sini sehingga membuat banyak pihak pesimistis. Segera bergerak menyiapkan petani supaya bisa bersertifikat ISPO tahun 2025," ujar Gamal seperti dikutip, Jumat (31/3/2023).
Sementara, Ketua Umum POPSI, Pahala Sibuea menambahkan, dalam mengadapi Undang undang Deforestasi EU ini tidak perlu emosional, namun Indonesia perlu diplomasi yang kuat.
Indonesia sudah melakukan perbaikan tatakelola sawit menuju sustainable, ini diawali dengan terbitnya regulasi RAN-KSB (Inpres No. 6 Tahun 2019) dan regulasi ISPO (perpres No.4 tahun 2020 dan Permentan No.38 tahun 2020), hanya tinggal pelaksanaannya apakah pemerintah dan stakeholder sawit lainnya dapat membiayai, sedangakan petani dari POPSI siap melaksanakan regulasi tersebut.
Baca Juga: Pemkab Lamongan Lindungi 22.000 Petani Tembakau melalui BPJS Ketenagakerjaan
"Selain itu untuk ketelusuran (tracebility) kami lihat bisa di lakukan yang di perlukan adalah big data petani dengan konsep by name by adress by polygon ini sesuai dengan konsep pendataan surat tanda daftar budidaya (STDB), tetapi saat ini masih memiliki hambatan selain pendanaan implementasi juga keterbukaan data pribadi, ya sedangkan data Perusahaan saja tidak bisa transparan apa lagi petani, namun hal ini harus dilakukan," kata dia.
"Kami dari POPSI sedang melakukan pembuatan Aplikasi untuk mewujudkan Big Data Petani sehingga kami dapat memetakan petani sawit dalam pembinaan dan pendampingan," tambah dia.
Pahala Sibuea juga mengatakan bahwa regulasi RAN-KSB dan regulasi ISPO yang telah di terbitkan pemerintah dapat menciptakan program perbaikan tatakelola Sawit.
"Namun kami lihat ini belum berjalan dengan baik karena tidak di dukung dengan pendanaan, untuk itu kami dari POPSI meminta komitmen Pemerintah dan Stakehoder Sawit lainnya untuk mengalokasikan dana dalan melaksanakan regulasi yang sudah diterbitkan," pungkas dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Irjen Kementan Kawal Distribusi Bantuan Langsung dari Aceh: Kementan Perkuat Pengawasan
-
Kemenperin Mau Stop Impor, Dana Belanja Pemerintah Hanya untuk TKDN Tinggi
-
Rendahnya Utilitas vs Banjir Impor: Menperin Ungkap Tantangan Industri Keramik Nasional
-
Kerugian Akibat Bencana di Aceh Timur Capai Rp5,39 Triliun, Berpotensi Bertambah
-
Apa Itu De-Fi atau Decentralized Finance? Ini Penjelasan Lengkapnya
-
IPO SpaceX Ditargetkan 2026, Valuasinya 28 Kali Lebih Besar dari BBCA
-
Di Balik Aksi Borong Saham Direktur TPIA, Berapa Duit yang Dihabiskan?
-
Berkat Pemberdayaan BRI, Batik Malessa Ubah Kain Perca hingga Fashion Premium
-
BSU Guru Kemenag Cair! Ini Cara Cek Status dan Pencairan Lewat Rekening
-
Update Harga Sembako: Cabai dan Bawang Merah Putih Turun, Daging Sapi Naik