Suara.com - RUU Kesehatan kembali jadi sorotan. Ahli Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti mengkritisi, dari sisi hukum tata negara, pembentukan undang-undang dengan menggunakan teknik perancangan omnibus cenderung berbahaya.
Pasalnya, omnibus law banyak digunakan oleh penguasa yang ingin membuat perubahan instan, padahal dampaknya cenderung destruktif. Karena itu, teknik perancangan undang-undang menggunakan metode omnibus ini, disebut Bivitri sudah lama ditinggalkan oleh negara-negara maju seperti Inggris, Selandia Baru, Kanada, dan Jerman.
“Perubahannya terlalu instan, sehingga disukai dan digunakan oleh penguasa yang ingin membuat perubahan dengan cara yang instan. Padahal itu tidak sehat dan hasilnya tidak berkelanjutan. Karena lebih cenderung destruktif, banyak negara yang sudah lama meninggalkan metode ini dalam perumusan undang-undang,” kata Bivitri, dalam konferensi pers yang diselenggarakan oleh Koalisi untuk Keadilan Akses Kesehatan, Jakarta, Selasa (13/6/2023).
Bivitri juga mengatakan bahwa penggunaan metode omnibus law dalam penyusunan RUU Kesehatan telah menyembunyikan hal-hal yang seharusnya menjadi perhatian banyak orang. Hal tersebut, karena omnibus law memuat terlalu banyak topik.
Bahkan dalam RUU Kesehatan, ada sembilan topik yang digabungkan menjadi satu undang-undang, sehingga membuat publik luput melihat hal-hal yang seharusnya dikaji secara matang.
“Begitu ambisiusnya RUU Kesehatan ini, sehingga membuat para stakeholders yang seharusnya diajak duduk bersama merumuskan muatannya, malah terlewat. Dan lagi, omnibus law itu seharusnya bersifat single subject rule. Artinya, harus ada relevansi antara satu undang-undang dengan yang lain sebelum digabungkan dalam RUU,” kata Bivitri.
Tidak hanya itu, Bivitri pun menilai bahwa politik hukum yang sekarang menempatkan kesehatan sebagai industri, bukan hak asasi manusia. Dengan paradigma tersebut, maka kesehatan akan diposisikan sebagai sarana mendulang keuntungan.
“Jika kesehatan kita lihat sebagai hak asasi manusia, maka seharusnya yang kita bicarakan adalah bagaimana orang miskin bisa dapat pelayanan kesehatan yang bagus, termasuk perempuan, anak-anak, kaum disabilitas, dan kelompok rentan lainnya harus dilindungi. Sayangnya, paradigma itu tidak dibawa ke dalam RUU Kesehatan dengan berbagai alasan. Banyak lobi-lobi dan makan malam dengan key opinion makers, padahal yang harus didengar adalah stakeholders sesungguhnya yaitu rakyat,” kecamnya.
Baca Juga: Apakah Terapi ADHD Ditanggung BPJS Kesehatan? Ini Penjelasannya
Berita Terkait
-
Gara-Gara Bocah Ini Masyarakat Suku Badui Dalam Kini Mau Jadi Peserta BPJS
-
Komisi IX Bantah Narasi soal Liberalisasi Layanan Kesehatan di RUU Kesehatan
-
Mampu Kurangi Risiko Penyakit, Dirut BPJS Tekankan Pentingnya Olahraga
-
Kritik Penggunaan Diksi Kasar saat Nakes Demo Tolak RUU Kesehatan, Abu Janda: Pakaian Rohani Kelakuan Roh Halus!
-
Tuai Kontroversi, Gus Imin: Jangan Tergesa-gesa Sahkan RUU Kesehatan
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Nama Pegawai BRI Selalu Dalam Doa, Meski Wajahnya Telah Lupa
-
Pemerintah Siapkan 'Karpet Merah' untuk Pulangkan Dolar WNI yang Parkir di Luar Negeri
-
Kartu Debit Jago Syariah Kian Populer di Luar Negeri, Transaksi Terus Tumbuh
-
BRI Dukung JJC Rumah Jahit, UMKM Perempuan dengan Omzet Miliaran Rupiah
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Bahlil 'Sentil' Pertamina: Pelayanan dan Kualitas BBM Harus Di-upgrade, Jangan Kalah dari Swasta!
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Program AND untuk 71 SLB, Bantuan Telkom Dalam Memperkuat Akses Digitalisasi Pendidikan
-
Dari Anak Tukang Becak, KUR BRI Bantu Slamet Bangun Usaha Gilingan hingga Bisa Beli Tanah dan Mobil
-
OJK Turun Tangan: Klaim Asuransi Kesehatan Dipangkas Jadi 5 Persen, Ini Aturannya