Dharma Djojonegoro, Direktur PT Adaro Power, mengungkapkan saat ini Adaro tengah mengembangkan the largest green industry park di Kalimantan Utara (Kaltara) di lahan seluas 16.000 hektar. Selain itu, akan dibangun pula pembangkit listrik tenaga battery di Kalimantan Selatan.
“Kami juga membangun aluminimum smelter di Kaltara Industrial Park, bertahap menjadi 1,5 juta ton. Singapura perlu renewable power, ini bagus untuk Indonesia. Kita pakai kesempatan ini. Diharapkan proyek ini bisa memecahkan telur, bisa dipakai untuk membangun industri manufaktur. Pemerintah sudah sangat suportif. Intinya memperbolehkan ekspor asal TKDN . Ini bussiness opportunity untuk membangun bisnis manufacturing,” ujarnya.
Sementara itu, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), menyampaikan dalam kegiatan operasional tambang sudah melakukan transisi energi salah satunya di Tambang Batu Hijau sudah ada solar PV untuk mendukung operasional.
“Sejak tahun lalu sudah lakukan pembangunan untuk untuk gas power plant. Kami juga melakukan optimizing program dan konservasi air,” ujar Kartika Octaviani, VP Corporate Communication.
AMNT juga telah berkolaborasi dengan Medco Power dengan membangun solar PV di lokasi tambang. Akhir tahun ini, rencananya merampungkan pembangunan combined cycle power plant. Fasilitas ini dibangun untuk menunjang smelter.
“Smelter Mei 2024 harus rampung. Infrastrukturnya harus dibangun juga, seperti power plant yang kapasitasnya tiga kali lipat lebih besar dari pembangkit batubara,” ungkap Kartika.
Rudi Ariffianto, Corporate Secretary PT Pertamina Hulu ROkan (PHR), menyampaikan bahwa pengembangan energi terbarukan juga bisa berikan benefit bagi industri perminyakan. Peran PLTS di Rokan terbukti terutilize sebsesar 25 MW. 64.000 panel surya telag dimanfaatkan. Selain bisa menstabilkan frekuensi, adapula penghematan fuel 300an MMscfd.
“Dengan keberadaan PLTS bisa support operasional. Ada PLTS yang besar kapasitasnya bisa berdampingan dengan sumber minyak terbesar di Indonesia,” ujarnya.
Selain memanfaatkan energi terbarukan, PHR juga sedang manfaatkan gas suar untuk mendukung upaya mencapai netz zero emission NZE di 2060.
Baca Juga: PLN Indonesia Power Tegaskan Komitmen Dekarbonisasi di COP28
“Ekspektasi industri migas untuk EBT, antara lain regulasi yang afirmatif, efisien, insentif. Untuk industri ekstraktif seperti industri migas diharapkan bisa diberikan insentif. Intinya adalah bagaimana afirmatif action bisa tingkatkan keekonomian industri migas maupun EBT,” kata Rudi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
Terkini
-
Menkeu Purbaya Buka Lowongan Kerja Besar-besaran, Lulusan SMA Bisa Melamar jadi Petugas Bea Cukai
-
Pajak UMKM 0,5 Persen Bakal Permanen? Purbaya: Tapi Jangan Ngibul-ngibul Omzet!
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Aguan Punya Mal Baru Seluas 3,3 Hektare, Begini Penampakkannya
-
Gudang Beku Mulai Beroperasi, BEEF Mau Impor 16.000 Sapi Tahun Depan
-
Proses Evaluasi Longsor di Tambang PT Freeport Selesai Antara Maret atau April
-
Bahlil Dorong Freeport Olah Konsentrat Tembaga Amman
-
Purbaya Pesimis DJP Bisa Intip Rekening Digital Warga Tahun Depan, Akui Belum Canggih
-
Sempat Tolak, Purbaya Akhirnya Mau Bantu Danantara Selesaikan Utang Whoosh
-
Purbaya Duga Pakaian Bekas Impor RI Banyak dari China, Akui Kemenkeu Lambat Tangani