Suara.com - Aturan impor terbaru yang dikeluarkan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) no 8 tahun 2024 langsung dirasakan dampak negatifnya oleh para pelaku industri dalam negeri.
Tidak butuh waktu lama, hanya dalam hitungan minggu pelaku industri dalam negeri mulai kehilangan pesanan karena pasar domestik mengalihkan pesanannya ke barang impor yang dibuat lebih mudah masuk oleh Permendag baru yang menggantikan Permendag 36/2023.
Kekecewaan diutarakan Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika (PPAK) Indonesia Solihin Sofian. Menurutnya menilai Permendag 36/2023 sudah sesuai dengan kebutuhan industri dalam negeri karena merupakan wujud perlindungan investasi dalam negeri, dan mengutamakan perlindungan produsen dalam negeri. Sayangnya aturan yang menguatkan industri dalam negeri tersebut digantikan oleh Permendag 8/2024 yang lebih ramah pada importir.
“Pembatasan impor yang diatur pada Permendag 36/2023 yang dihapuskan itu dilakukan atas kemampuan kapasitas produksi nasional dan konsumsi nasional. Dalam aturan tersebut tidak dilakukan pembatasan pada impor bahan baku, bahan setengah jadi dan produk premium atau high tech yang belum bisa atau belum diproduksi di Indonesia,” tutur Solihin ditulis Sabtu (8/6/2024).
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman juga menyatakan kekecewaan senada. Walaupun sangat berharap agar Menteri Perdagangan merevisi Permendag 8/2024 yang sangat pro impor, namun Nandi pesimistis kondisi itu bisa lekas tercapai. Dirinya merasa heran dengan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Dahulu waktu pandemi Covid dan kondisi banjir produk impor, empat Menteri telah mengunjungi industri kecil menengah (IKM) garmen dan melihat langsung kondisinya.
"Dari situ sebenarnya para menteri termasuk Mendag sudah paham kondisi IKM garmen banyak yang tutup dan merumahkan karyawan gara-gara impor. Waktu itu pak Mendag sangat antusias mendukung industri dalam negeri, loh kok tiba-tiba pak Menteri mengeluarkan Permendag 8/2024, impor dibuka seluas-luasnya, saya heran," buka Nandi.
Menurut Nandi, ketika Permendag 8/2024 diberlakukan, dampaknya langsung instan ke IKM garmen. Para penjual online atau reseller yang selama ini bekerjasama dengan IKM garmen langsung menyetop kerjasamanya, dan mengalihkan pesanannya ke impor.
"Kalau Permendag 8/2024 tidak bisa diubah, maka siap-siap angka pengangguran di Indonesia akan semakin banyak. Dengan kebijakan tersebut, saya yakin IKM garmen akan mati," sesal Nandi.
Dirinya berharap pemerintah konsisten melindungi industri dalam negeri. "Kami hanya butuh kebijakan yang mendukung keberlangsungan IKM garmen," ujar Nandi.
Baca Juga: Waspada! Speaker dan Hair Dryer Ilegal Senilai Miliaran Rupiah Ditemukan di Banten
Nandi menyebut kondisi saat ini sangat memprihatinkan. "IKM garmen saat ini sudah terdampak, 20% IKM sudah tutup. Seandainya Permendag 8/2024 tidak bisa diubah, saya prediksi 70% IKM garmen akan tutup. IKM garmen babak belur," tutup Nandi.
Ketua PPAK Indonesia Solihin juga keheranan ketika ada yang menyatakan bahwa aturan lama Permendag 36/2023 menyebabkan kesulitan melakukan impor. Karena berkaca dari para pelaku usaha di sektor kosmetika tidak mengalami masalah dalam melakukan impor bahan baku.
“Sejak Permendag 36/2023 diberlakukan hingga dicabut 17 Mei lalu belum ada industri anggota kami yang melaporkan kendala importasi bahan baku,” terang Solihin.
Dari kacamata pelaku industri, setidaknya Solihin melihat ada tiga dampak negatif langsung dari pencabutan keharusan adanya pertimbangan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian dalam kegiatan impor.
Pertama, tak ada lagi perlindungan terhadap investasi dalam negeri ,terutama pada produk lokal brand nasional. Kedua, akan terjadi "penurunan "kapasitas produksi nasional karena pasar diisi oleh produk impor. Ketiga, akibat penurunan kapasitas produksi nasional maka dikhawatirkan akan diikuti pengurangan lapangan kerja baik sektor formal maupun informal.
Solihin juga melihat solusi yang diambil Kementerian Perdagangan bersama Kementerian Keuangan dan Bea Cukai adalah bentuk kepanikan sesaat dan mengambil solusi yang instan tanpa mempertimbangkan secara baik baik dari sisi industri dalam negeri maupun
Berita Terkait
Terpopuler
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 5 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Kolagen untuk Hilangkan Kerutan, Murah Meriah Mudah Ditemukan
- 6 Hybrid Sunscreen untuk Mengatasi Flek Hitam di Usia Matang 40 Tahun
- 22 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 12 Oktober: Klaim Pemain 112-113 dan Jutaan Koin
Pilihan
-
Uang MBG Rp100 T Belum Cair, Tapi Sudah Dibalikin!, Menkeu Purbaya Bingung
-
6 Rekomendasi HP 2 Jutaan Kamera Terbaik Oktober 2025
-
Keuangan Mees Hilgers Boncos Akibat Absen di FC Twente dan Timnas Indonesia
-
6 Rekomendasi HP Murah Tahan Air dengan Sertifikat IP, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
6 Fakta Isu Presiden Prabowo Berkunjung ke Israel
Terkini
-
Siap-siap! Kantor Menkeu Purbaya Bakal Kenakan 'Pajak Gula' Buat Coca-cola Cs
-
Menkeu Purbaya: Saya Tak Suka Banyak Utang!
-
Uang MBG Rp100 T Belum Cair, Tapi Sudah Dibalikin!, Menkeu Purbaya Bingung
-
Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan dari Bekasi, Gunung Kidul dan Sukadana
-
Menkeu Purbaya Buka Opsi Turunkan PPN, Ditentukan Akhir Tahun
-
Imajinasi Iklim dari Pinggiran: Cerita yang Tak Terdengar di Forum-forum Megah Pemerintah
-
Pemerintah Tarik Utang Hingga Rp 501,5 Triliun, Wamenkeu Ungkap Realisasinya
-
Target Lifting Minyak APBN 2025 Sudah Terlampaui, Menteri Bahlil: Insya Allah Lebih dari Target
-
Kolaborasi dengan Kemenkop, DJKI Kemenkum Targetkan 8.000 Koperasi Merah Putih Daftarkan Merek
-
Menteri Bahlil: 1 Sumur Minyak Rakyat Bisa Hasilkan Rp 2,4 Juta per Hari, Lebih Besar dari Gaji PNS