Suara.com - Pemerintah kembali membuka wacana pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III. Siapa yang paling diuntungkan dari kebijakan tax amnesty?
Kebijakan ini menuai kritik dari berbagai kalangan karena dinilai bentuk "kedermawanan" negara kepada para pengemplang pajak, yang dianggap sebagai pihak yang paling diuntungkan atas kebijakan ini.
Wacana tax amnesty jilid III ini ditandai dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025 yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Para pengamat ekonomi menilai kebijakan ini berpotensi memperlebar kesenjangan sosial dan merugikan perekonomian nasional dalam jangka panjang. Mereka menyarankan pemerintah untuk mencari sumber pendapatan negara yang lebih adil dan berkelanjutan, serta meningkatkan efektivitas pengawasan perpajakan.
"Pengampunan pajak yang terlalu sering bisa buat kepatuhan orang kaya dan korporasi kakap turun," kata Direktur Eksekutif Center Of Economic And Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira saat dihubungi Suara.com pada Rabu (20/11/2024).
Menurutnya kebijakan tax amnesty jilid III bisa menjadi keputusan yang "blunder" jika pemerintah menargetkan peningkatan penerimaan pajak.
"Tax amnesty merupakan kebijakan yang blunder buat naikkan penerimaan pajak. Rasio pajak kan sudah terbukti tidak naik paska tax amnesty jilid ke I dan II. Apa pengaruhnya tax amnesty? Jelas tidak ada," katanya.
Bhima menilai kebijakan ini justru akan memicu moral hazard dan menghambat upaya pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan pajak. "Pasti pengemplang pajak akan berasumsi setelah tax amnesty III akan ada lagi. Ini moral hazardnya besar sekali," ujar Bhima.
Alih-alih fokus pada upaya pencocokan data aset dari hasil tax amnesty sebelumnya dan mendorong kepatuhan pajak lanjut Bhima, pemerintah justru kembali menawarkan karpet merah bagi para penunggak pajak.
Baca Juga: Dibanding Peres Rakyat Miskin Lewat PPN, Ekonom Saran Prabowo Keruk Dana dari Pajak Orang Kaya
"Saya gagal paham dengan logika pajak pemerintah. Toh, pengusaha kan sudah menikmati tarif PPh badan yang terus menurun. Tahun depan tarif PPh badan dari 22% turun ke 20%," ucapnya.
Di sisi lain, rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% dikhawatirkan akan semakin menekan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah. Hal ini berpotensi memicu penurunan konsumsi dan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi.
"Kenaikan tarif PPN akan menciptakan pelemahan daya beli kelas menengah kebawah, pelaku usaha juga terpukul dan bisa sebabkan PHK massal di ritel dan industri pengolahan," ungkapnya.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni
Berita Terkait
-
PPN Bakal Naik 12 Persen, Pengamat: Harus Kembali Disalurkan ke Masyarakat Menengah ke Bawah
-
PPN Naik Jadi 12 Persen Dinilai Paradoks, YLKI: Harusnya Naikan Cukai Rokok dan Minuman Manis
-
Ogah Pajak Naik, Publik Serukan #TolakPPN12Persen Hingga Trending di X
-
Tolak PPN 12 Persen, Warganet Kompak Bikin Petisi Batalkan Kenaikan Pajak
-
Segini Gaji Sri Mulyani yang Naikkan PPN Jadi 12 Persen Mulai 2025
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
BRI Peduli Siapkan Posko Tanggap Darurat di Sejumlah Titik Bencana Sumatra
-
Kapitalisasi Kripto Global Capai 3 Triliun Dolar AS, Bitcoin Uji Level Kunci
-
Kenaikan Harga Perak Mingguan Lampaui Emas, Jadi Primadona Baru di Akhir 2025
-
Target Mandatori Semester II-2025, ESDM Mulai Uji Coba B50 ke Alat-alat Berat
-
Ritel dan UMKM Soroti Larangan Kawasan Tanpa Rokok, Potensi Rugi Puluhan Triliun
-
Jurus Bahlil Amankan Stok BBM di Wilayah Rawan Bencana Selama Nataru
-
Modal Dedaunan, UMKM Ini Tembus Pasar Eropa dan Rusia dengan Teknik Ecoprint
-
Perubahan Komisaris Bank Mandiri Dinilai Strategis Dukung Ekspansi Bisnis
-
Harga Emas Hari Ini Naik Lagi, UBS dan Galeri24 di Pegadaian Makin Mengkilap
-
Grab Tawarkan Jaminan Tepat Waktu Kejar Pesawat dan Kompensasi Jutaan Rupiah