Suara.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengusulkan untuk mengurangi jumlah staf dan skala pekerjaannya. Hal ini dikarenakan pemangkasan anggaran yang dibuat oleh Amerika Serikat.
Lantaran, Pemerintahan Presiden AS Donald Trump menarik diri dari WHO setelah menjabat pada bulan Januari, dengan mengatakan bahwa badan kesehatan global tersebut telah salah menangani pandemi COVID-19 dan krisis kesehatan internasional lainnya. AS sejauh ini merupakan pendukung keuangan terbesar badan kesehatan PBB tersebut, menyumbang sekitar 18% dari keseluruhan pendanaannya.
"Pengumuman Amerika Serikat, dikombinasikan dengan pengurangan bantuan pembangunan resmi baru-baru ini oleh beberapa negara untuk mendanai peningkatan pengeluaran pertahanan, telah membuat situasi kita jauh lebih akut", demikian pernyataan memo WHO, ditandatangani oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dilansir Reuters, Selasa (29/4/1024).
Penarikan AS telah memperburuk krisis pendanaan karena negara-negara anggota mengurangi pengeluaran pembangunan mereka. Menghadapi kesenjangan pendapatan hampir 600 juta dollar AS tahun ini. Untuk itu, WHO telah mengusulkan untuk memangkas anggarannya untuk tahun 2026-27 sebesar 21% dari 5,3 miliar dollar AS menjadi 4,2 miliar dollar AS menurut memo tersebut.
Pada bulan Februari, dewan eksekutif WHO awalnya telah mengurangi anggaran yang diusulkan untuk tahun 2026-27 dari 5,3 miliar dollar AS menjadi 4,9 miliar dollar AS menurut catatan tersebut.
"Terlepas dari upaya terbaik kami, kami sekarang berada pada titik di mana kami tidak punya pilihan selain mengurangi skala pekerjaan dan tenaga kerja kami,"katanya.
WHO akan mengurangi pekerjaan pada level kepemimpinan senior di kantor pusatnya di Jenewa, Swiss, meskipun semua level dan wilayah akan terpengaruh. Keputusam ini dilakukan untuk memprioritaskan pekerjaan dan sumber dayanya pada akhir April.
Dokumen WHO menunjukkan badan PBB tersebut memiliki lebih dari seperempat dari 9.473 stafnya di Jenewa. Sebuah memo internal dari 10 Maret, yang juga dilihat oleh Reuters, mengatakan Organisasi Kesehatan Dunia telah mulai menetapkan prioritas dan mengumumkan batasan satu tahun untuk kontrak staf.
Memo tersebut mengatakan bahwa staf sedang bekerja untuk mengamankan dana tambahan dari negara-negara, donor swasta, dan dermawan.
Baca Juga: Meta PHK Karyawan Lagi, Kali Ini Sasar Unit Bisnis Dunia Virtual
Selain WHO yang mengungumkan bakal melakukan PHK, beberapa perusahaan swasta telah melakukannya. Salah satunya adalah Coty mengumumkan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan karyawannya. Perusahaan akan memangkas sekitar 700 karyawan di seluruh dunia.
Keputusan PHK ini sebagai bagian dari inisiatif pemotongan biaya yang ditingkatkan, yang akan mewakili sekitar 5 persen dari total tenaga kerjanya. Kepala eksekutif Coty Sue Nabi menyoroti peraturan tarif, lanskap geopolitik baru, dan perubahan perilaku konsumen sebagai faktor yang memengaruhi keputusan tersebut.
Menurut pesan yang dikirimkan email iti , pemutusan hubungan kerja akan mulai dilaksanakan dalam beberapa bulan ke depan. Hal ini tentu membuat karyawan menjadi cemas atas pengumuman phk tersebut.
Perusahaan menargetkan penghematan biaya tetap lebih lanjut sebesar 130 juta dollae AS dan sekitar 240 juta dollar AS dalam penghematan produktivitas yang berkelanjutan selama dua tahun ke depan.
Rencana tersebut juga mencakup perombakan organisasi di kantor regionalnya yang dikatakan akan memungkinkan pengambilan keputusan dan pelaksanaan yang lebih cepat, sistem perencanaan permintaan bertenaga AI, dan peningkatan jalur inovasinya.
Dalam pernyataan tersebut, perusahaan mengatakan rencana awal, yang dimulai pada tahun 2021, telah berhasil, dengan sekitar 700 juta dollar AS yang dihemat sejauh ini. Saham Coty telah turun sekitar 35 persen dalam enam bulan terakhir, karena perusahaan gagal mencapai estimasi triwulanan pada bulan Februari.
Tag
Berita Terkait
-
Sudah Dipenjara, Mantan Karyawan Tetap Ajukan Syarat Damai dengan Ashanty
-
Jelang Sidang Lawan Ashanty, Ayu Chairun Nurisa Ajukan Penangguhan Penahanan
-
7 Fakta PHK Massal Karyawan Pabrik Ban Michelin Cikarang Timur
-
Pabrik Michelin 'Digeruduk' Pimpinan DPR Buntut Isu PHK Massal, Dasco: Hentikan Dulu
-
6.000 Karyawan Kena PHK, CEO Microsoft Lebih Berminat Gunakan AI
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Kenapa Proyek Jalan Trans Halmahera Disebut Hanya Untungkan Korporasi Tambang?
-
Bertemu Wapres Gibran, Komite Otsus Papua Minta Tambahan Anggaran Hingga Dana BLT Langsung ke Rakyat
-
Sambut Bryan Adams Live in Jakarta 2026, BRI Sediakan Tiket Eksklusif Lewat BRImo
-
Kuartal Panas Crypto 2025: Lonjakan Volume, Arus Institusional dan Minat Baru Investor
-
Proyek Waste to Energy Jangan Hanya Akal-akalan dan Timbulkan Masalah Baru
-
Geger Fraud Rp30 Miliar di Maybank Hingga Nasabah Meninggal Dunia, OJK: Kejadian Serius!
-
Laba PT Timah Anjlok 33 Persen di Kuartal III 2025
-
Kala Purbaya Ingin Rakyat Kaya
-
Didesak Pensiun, Ini Daftar 20 PLTU Paling Berbahaya di Indonesia
-
IHSG Berakhir Merosot Dipicu Aksi Jual Bersih Asing