Suara.com - Kesejahteraan dosen di Indonesia tampaknya masih jauh panggang dari api. Salah satu contohnya adalah ketidakjelasan realisasi pencairan tunjangan kinerja atau tukin kendati petunjuk pencairannya telah diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Perbandingan gaji dosen di Indonesia dengan negara Asia Tenggara lain seperti Malaysia dan Singapura pun masih jauh.
Di Indonesia, dosen dengan status pegawai negeri sipil (PNS) akan digaji seperti PNS lain di golongan III dan IV. Gaji dosen PNS atau gaji dosen negeri yang berkarya 0-1 tahun ada di level golongan III berkisar antara Rp2.688.500 hingga Rp4.797.000 per bulan. Sementara itu gaji dosen golongan IV dengan masa kerja sekitar lima tahun, berkisar antara Rp3.044.300 hingga Rp5.901.200. Seorang dosen yang baru saja diterima sebagai PNS maka secara otomatis akan masuk dalam golongan gaji IIIb.
Sementara itu, meskipun memiliki pertimbangan masa kerja layaknya di Indonesia, gaji dosen di Malaysia nominalnya jauh lebih tinggi. Sejumlah sumber menyebut dosen di Negeri Jiran bisa digaji setidaknya RM 3.500 atau sekitar Rp12 juta. Di Singapura, negara paling maju kawasan Asia Tenggara, gaji dosen bisa menyentuh 7.000 dolar atau sekitar Rp72 juta.
Dibanding kedua negara tetangganya, gaji dosen di Indonesia termasuk rendah. Apalagi jika dibandingkan dengan beban kerja dan setumpuk urusan administratif yang dimiliki. Belum lama ini, media sosial Twitter atau X juga sempat ramai dengan tagar #JanganJadiDosen yang menunjukkan bahwa untuk memilih profesi ini masih banyak tantangan yang harus dihadapi.
Belum lama ini, Aliansi Dosen Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) menggelar aksi simbolik dengan mengirimkan karangan bunga ke Kantor Kemendiktisaintek. Aksi ini merupakan ungkapan kekecewaan atas ketidakjelasan realisasi tunjangan kinerja atau tukin dosen ASN yang telah direalisasikan sejak tahun 2020, tetapi hingga kini tak kunjung dipenuhi.
Para dosen menuntut agar segera ada kejelasan soal tunjangan kinerja. Mereka berharap kementerian menyusun aturan baru terkait dengan tunjangan kinerja.
Guru Besar bidang Manajemen Kebijakan Publik dari Fisipol UGM Wahyudi Kumorotomo menilai adanya keprihatinan yang ditunjukkan oleh ADAKSI sebenarnya mewakili keprihatinan bukan hanya para dosen dan guru, tetapi juga keprihatinan terhadap para perumus kebijakan pendidikan.
Padahal dalam rentang lima tahun ke depan, Indonesia tengah menuju Indonesia Emas dan periode jangka menengah kedua untuk memanfaatkan Bonus Demografi yang menghendaki komitmen lebih kuat pada basis pendidikan pengembngan SDM.
“Kita menyayangkan perhatian pemerintah dan perumus kebijakan justru semakin luntur. Pendidikan yang menentukan daya-saing bangsa semakin tidak diperhatikan,” kata Wahyudi seperti dilansir dari laman resmi UGM.
Baca Juga: Ngajar di Negeri Orang, Pulang Cuma Jadi Wacana: Dilema Dosen Diaspora
Wahyudi juga menilai langkah Kemendiktisaintek saat ini juga sangat membingungkan. Pasalnya, dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 447/P/2024 sudah dijelaskan tentang rencana untuk memberikan Tukin, dan mestinya sudah masuk ke mata anggaran pemerintah.
Menurutnya, persoalan tukin dosen ASN bermula pada perubahan Undang-Undang Pegawai Negeri Sipil (UU PNS) menjadi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) pada 2015. Perubahan tersebut turut menyinggung postur anggaran, baik untuk yang berstatus PNS maupun PPPK.
Selain itu, adanya Undang-Undang Guru dan Dosen diterbitkan pada 2005, proses sertifikasi dosen (serdos) belum selesai sepenuhnya, terutama bagi dosen muda yang belum memenuhi syarat sertifikasi. “Nah, mereka itu tidak mendapatkan tunjangan. Yang sudah punya sertifikasi dosen, mereka dapat. Yang belum serdos ini yang punya masalah, mereka menuntut,” jelasnya.
Para dosen yang belum memiliki serdos itu pun telah mengajukan tuntutan agar mereka mendapatkan tukin sebagai pengganti tunjangan profesi. Namun, pengesahan tukin tersebut ternyata membutuhkan waktu cukup lama. Hal itu kian rumit dengan adanya perubahan struktur nomenklatur kementerian, dari Kemenristekdikti ke Kemendikbudristek hingga kini menjadi Kemendiktsaintek.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni
Berita Terkait
-
Rahasia Menabung Rp100 Juta dalam Setahun dengan Gaji Pas-pasan
-
Karyawati di Cilandak Bobol Kantor Gegara Bos Nunggak Gaji, Terungkap Gegara Ibu Kos Endus Bau Busuk
-
Perkiraan Gaji Simon Tahamata sebagai Head of Scouting di Timnas Indonesia
-
Buku Mahal, Gaji Kecil: Apakah Membaca Hanya untuk yang Punya Uang?
-
Gaji Letjen Djaka Budi Utama Sebagai Dirjen Bea Cukai & Anggota TNI
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Pilihan Baru BBM Ramah Lingkungan, UltraDex Setara Standar Euro 5
-
Pelanggan Pertamina Kabur ke SPBU Swasta, Kementerian ESDM Masih Hitung Kuota Impor BBM
-
Kementerian ESDM Larang SPBU Swasta Stop Impor Solar di 2026
-
59 Persen Calon Jamaah Haji Telah Melunasi BIPIH Melalui BSI
-
Daftar Lengkap Perusahaan Aset Kripto dan Digital yang Dapat Izin OJK
-
CIMB Niaga Syariah Hadirkan 3 Produk Baru Dorong Korporasi
-
Negara Hadir Lewat Koperasi: SPBUN Nelayan Tukak Sadai Resmi Dibangun
-
Kemenkop dan LPDB Koperasi Perkuat 300 Talenta PMO Kopdes Merah Putih
-
Kantor Cabang Bank QNB Berguguran, OJK Ungkap Kondisi Karyawan yang Kena PHK
-
Sepekan, Aliran Modal Asing ke Indonesia Masuk Tembus Rp240 Miliar