Suara.com - OECD atau Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 4,7 persen di 2025. Sedangkan pada 2026 diramal ekonomi Indonesia hanya tembus 4,8 persen.
Pertumbuhan ekonomi ini bakal melambat dikarenakan pengumuman mengenai tarif diskon listrik yang batal dan anggaran makan bergizi gratis yang belum sempurna.
"Perluasan program makanan gratis untuk anak sekolah dan ibu hamil serta pembentukan dana kekayaan negara baru, serta pendapatan yang hilang dari diskon harga listrik sementara pada awal tahun 2025 akan memberikan tekanan ke atas sekitar 1,6% PDB pada defisit anggaran," tulis laporan tersebut yang dilansir dari website resmi OECD, Kamis (5/6/2025).
Sementara itu, ketidakpastian tentang kebijakan fiskal domestik akan meredam kenaikan ini.
Lalu, pertumbuhan ekspor diperkirakan melambat di tengah ketegangan perdagangan global. Inflasi diproyeksikan meningkat menjadi 2,3 persen pada tahun 2025 dan 3 persen pada tahun 2026, karena depresiasi mata uang baru-baru ini secara bertahap memengaruhi harga domestik.
Sedangkan, defisit akun berjalan diperkirakan akan melebar sedikit, tetapi penurunan lebih lanjut dalam harga komoditas dapat memperburuk hal ini dengan menekan pendapatan ekspor.
Kebijakan moneter diperkirakan akan terus mereda selama tahun 2025 dan 2026, karena tekanan inflasi tetap terkendali di tengah pertumbuhan yang lemah.
Kebijakan fiskal diproyeksikan akan netral secara umum pada tahun 2025, karena peningkatan pengeluaran untuk program makanan gratis dan investasi publik tambahan melalui dana kekayaan negara baru (“Danantara”) akan dibiayai oleh pemotongan pengeluaran di tempat lain.
Sebab, bisa mengurangi hambatan regulasi terhadap investasi asing dan meningkatkan efisiensi belanja publik melalui peningkatan penargetan manfaat sosial bagi rumah tangga rentan merupakan prioritas kebijakan jangka menengah utama.
Baca Juga: BI Sebut Ekonomi Indonesia Enggak Jelek Banget, Ini Buktinya
Dalam laporan itu juga menunjukkan, pertumbuhan PDB riil tahunan yang tidak disesuaikan secara musiman melambat menjadi 4,9 persen pada kuartal pertama tahun 2025, di tengah investasi yang lemah, konsumsi rumah tangga yang stabil, dan kontribusi positif dari ekspor neto.
Sementara tingkat pengangguran menjadi 4,8 persen pada kuartal pertama tahun 2025. Salah satu nilai terendah dalam dua dekade, ekonomi tampaknya telah melambat, karena sentimen konsumen dan bisnis memburuk dan harga komoditas ekspor utama menurun.
Inflasi yang rendah mendukung pendapatan rumah tangga riil, tetapi biaya pinjaman yang tinggi terus membebani investasi. Inflasi telah turun dari sekitar 6 persen pada paruh kedua tahun 2022 menjadi 2 persen pada bulan April 2025, karena pengetatan kebijakan moneter, normalisasi harga pangan dan komoditas, serta diskon harga listrik sementara pada bulan Januari dan Februari 2025.
Kebijakan moneter diperkirakan akan dilonggarkan selama tahun 2025-26. Bank sentral memulai siklus pelonggaran yang sedang berlangsung pada bulan Agustus 2024, sehingga suku bunga kebijakan dari 6,25 persen menjadi 5,5 persen pada bulan Mei, tetapi kondisi keuangan tetap terbatas.
Dengan ekspektasi inflasi yang stabil dan pertumbuhan permintaan domestik yang diproyeksikan berada di bawah tren, ada ruang bagi bank sentral untuk lebih lanjut menurunkan suku bunga kebijakan ke tingkat yang lebih netral sekitar 5 persen.
Mengejar pendekatan yang bergantung pada data yang menyeimbangkan dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemantauan ketat terhadap tekanan harga dari depresiasi mata uang baru-baru ini adalah kunci untuk mempertahankan inflasi secara berkelanjutan dalam kisaran target bank sentral. Defisit anggaran pemerintah diperkirakan akan meningkat dari 2,3 persen PDB pada tahun 2024 menjadi 2,8 persen pada tahun 2025.
Berita Terkait
-
7 Jenis Investasi yang Baik Saat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Melambat
-
Selain Tarif AS, Ketua APINDO Jabar Bongkar Penghambat Investasi di Indonesia
-
Gempuran Tarif AS! CORE dan Suara.com Bahas Solusi untuk UMKM dan Industri Ekspor
-
BI Sebut Ekonomi Indonesia Enggak Jelek Banget, Ini Buktinya
-
1 Detik Setelah Prabowo Sahkan RUU Perampasan Aset, Ini Dampak Besar yang Akan Terjadi
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
Terkini
-
Bupati Aceh Utara Sampaikan Apresiasi atas Bantuan Mentan Amran untuk Korban Banjir Sumatra
-
BRI, Dari Warisan Perintis Raden Bei Aria Wirjaatmadja Sampai Holding Ultra Mikro
-
Utang Luar Negeri Indonesia Turun, Kini Tinggal Rp 7.079 Triliun
-
Purbaya Mau Bubarkan Bea Cukai, Kalau Jadi Lebih Baik Mengapa Tidak?
-
Aset Perbankan Syariah Pecah Rekor Tertinggi, Tembus Rp 1.028 Triliun
-
Biar Tak Andalkan Ekspor Mentah, Kemenperin Luncurkan Roadmap Hilirisasi Silika
-
CIMB Niaga Mau Pisahkan Unit Usaha Syariah Jadi BUS
-
Paylater Melejit, OJK Ungkap NPL Produk BNPL Lebih Tinggi dari Kredit Bank
-
Harga Cabai Rawit Merah Mulai Turun, Dibanderol Rp 70.000 per Kg
-
Rupiah Melesat di Senin Pagi Menuju Level Rp 16.635