Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) semakin serius dalam memperketat pengawasan industri pinjaman online (pinjol) demi melindungi konsumen. Salah satu syaratnya harus sudah 'akil baligh' alias cukup umur.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Lainnya OJK, Agusman, menegaskan bahwa upaya perlindungan konsumen akan dimulai dari penentuan kriteria yang jelas bagi pemberi (lender) maupun penerima (borrower) dana.
Agusman menekankan bahwa seorang lender harus memiliki pengetahuan dan kapasitas keuangan yang memadai.
"Jangan sampai orang menjadi lender tapi pengetahuannya terbatas. Jangan sampai dia menjadi lender tapi keuangannya juga terbatas," ujarnya dalam Seminar Nasional 'Dampak Sosial-Ekonomi dan Keberlanjutan Industri Fintech P2P Lending di Indonesia' di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Ia menambahkan bahwa lender dengan dana dan pengetahuan terbatas dapat menjadi ancaman bagi perlindungan konsumen di masa depan.
Tak hanya bagi pemberi dana, OJK juga menyoroti pentingnya pemahaman bagi para peminjam (borrower) mengenai kewajiban mereka untuk mengembalikan dana. Menurut Agusman, OJK akan mengatur berapa persen kapasitas utang yang bisa dibayar dengan melihat kemampuan seseorang.
Pentingnya analisis terhadap calon pemberi dan penerima dana ini sudah tercantum dalam Surat Edaran OJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Salah satu caranya adalah dengan melampirkan dokumen identitas diri seperti KTP, SIM, atau Paspor.
Lebih lanjut, Agusman memberikan bocoran mengenai kriteria borrower yang akan diterapkan. "Jadi Bapak Ibu, yang kita arahkan sekarang selain professional lender tadi borrower juga punya kapasitas, mari kita mulai dengan rezim yang mengatakan harus punya income minimal Rp3 juta, harus juga sudah 'akil baligh' 18 tahun dan seterusnya kita siapkan," tegasnya.
Pernyataan "akhil balig" yang merujuk pada usia minimal 18 tahun, serta syarat penghasilan minimal Rp3 juta, menandakan langkah OJK untuk memastikan bahwa hanya individu yang benar-benar siap dan mampu secara finansial yang dapat mengakses pinjaman online. Hal ini diharapkan dapat mengurangi risiko gagal bayar dan melindungi konsumen dari jeratan utang yang tidak terkontrol.
Baca Juga: CORE Indonesia Bongkar Fakta Menarik: Ngutang Pinjol untuk Usaha Lebih Untung dan Bahagia!
Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) layanan fintech peer-to-peer lending (P2P lending) atau pinjaman online (pinjol), serta skema pembiayaan buy now pay later (BNPL) disebutkan bahwa dalam penyaluran pinjamannya alami peningkatan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengungkapkan hingga Februari 2025, total penyaluran pinjaman melalui P2P lending ini mencapai Rp80,07 triliun.
"Angka ini melonjak dibandingkan posisi Desember 2024 yang tercatat sebesar Rp46,07 triliun," ujar Dian.
Dari total angka penyaluran pinjol ini, kontribusi pendanaan dari sektor perbankan mencapai Rp49,40 triliun, atau setara 61,69% dari total penyaluran.
OJK juga mencatat outstanding pembiayaan P2P lending pada April 2025 sebesar Rp80,94 triliun, atau tumbuh 29,01% secara tahunan (year-on-year/yoy). Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan Maret 2025 yang mencapai 28,72% yoy.
Sedangkan tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) juga mengalami sedikit kenaikan ke level 2,93% dari sebelumnya 2,77% pada Maret 2025.
Sementara itu, pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan juga mencatatkan pertumbuhan yang kuat. Pada April 2025, pembiayaan BNPL mencapai Rp8,24 triliun, meningkat 47,11% yoy (Maret 2025: 39,28% yoy).
Meski begitu, risiko kredit bermasalah (Non-Performing Financing/NPF) gross juga naik menjadi 3,78%, dari 3,48% pada bulan sebelumnya.
Karena itu, sebagai respons atas meningkatnya peran fintech dalam penyaluran pembiayaan, Dian bilang pihak telah menerbitkan pedoman kerja sama antara perbankan dan perusahaan fintech.
Pedoman ini bertujuan untuk memberikan panduan dalam penerapan professional judgement terhadap kebutuhan kolaborasi.
"Hal ini agar tetap berada dalam koridor prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Praktisi Hukum Minta Publik Berhati-hati
- Prabowo Dikabarkan Kirim Surat ke DPR untuk Ganti Kapolri Listyo Sigit
- Tutorial Bikin Foto di Lift Jadi Realistis Pakai Gemini AI yang Viral, Prompt Siap Pakai
- 5 Fakta Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Publik Penasaran!
- Profil Komjen Suyudi Ario Seto, Calon Pengganti Kapolri Listyo Sigit Prabowo?
Pilihan
-
Perang Tahta Sneakers Putih: Duel Abadi Adidas Superstar vs Stan Smith. Siapa Rajanya?
-
Viral Taiwan Resmi Larang Indomie Soto Banjar Usai Temukan Kandungan Berbahaya
-
Ketika Politik dan Ekonomi Turut Membakar Rivalitas Juventus vs Inter Milan
-
Adu Kekayaan Komjen Suyudi Ario Seto dan Komjen Dedi Prasetyo, 2 Calon Kapolri Baru Pilihan Prabowo
-
5 Transfer Pemain yang Tak Pernah Diduga Tapi Terjadi di Indonesia
Terkini
-
Dari Perut Bumi, untuk Masa Depan Negeri
-
PNM Ajak Dua Nasabah Unggulan Mekaar Ikut Serta dalam Tokyo Handmade Marche 2025
-
Gurita Bisnis Bambang Rudijanto, Kakak Hary Tanoe Jadi Tersangka Korupsi Bansos
-
Berdayakan Petani Lokal, Harita Nickel Upayakan Ekonomi Berkelanjutan di Pulau Obi
-
Jenis-jenis Kredit Rumah Bank BTN: Syarat, Subsidi dan Simulasi Pembayaran
-
Lembaga Pemeriksa Halal LPPOM Raih Penghargaan Bergengsi GIFA Championship 2025
-
Mengapa Milenial Lebih Suka Rumah Industrial Minimalis daripada Rumah Mewah?
-
Terpopuler Bisnis: Gebrakan Menkeu Bikin Bank Himbara Jadi Idola, Harga Saham Meroket!
-
Olah Limbah Cangkang Telur Jadi Sumber Ekonomi Baru, PPN JBB Komitmen Zero Waste
-
Harga Emas Antam dan Galeri 24 di Pegadaian Hari Ini Naik!