Suara.com - Peringkat daya saing Indonesia anjlok drastis sebanyak 13 posisi dalam riset terbaru World Competitiveness Ranking (WCR) 2025 yang dirilis oleh IMD World Competitiveness Center (WCC). Indonesia kini berada di peringkat 40 dari total 69 negara, sebuah kemerosotan tajam setelah tiga tahun berturut-turut menunjukkan tren positif.
Penurunan ini terasa pahit mengingat Indonesia sebelumnya menunjukkan performa impresif. Dari posisi 44 di tahun 2022, Indonesia berhasil merangkak naik ke peringkat 34 pada 2023, dan bahkan mencapai puncaknya di peringkat 27 pada tahun 2024.
Arturo Bris, Direktur WCC IMD, sebelumnya sempat memuji Indonesia sebagai salah satu negara dengan performa daya saing terbaik pascapandemi, dengan kenaikan 11 peringkat. Kala itu, daya saing Indonesia didongkrak kuat oleh nilai ekspor migas dan komoditi yang melimpah.
Namun, angin berubah haluan. "Namun, saat ini peringkat daya saing Indonesia dan sejumlah negara Asia Tenggara anjlok imbas dari perang tarif yang ditujukan ke kawasan ini," jelas Bris dalam keterangannya, Kamis (19/6/2025). Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa dinamika geopolitik dan kebijakan perdagangan global turut menjadi faktor penentu.
Riset WCR 2025 sendiri mengukur tingkat daya saing 69 negara menggunakan metodologi komprehensif, menggabungkan 262 informasi yang terdiri dari 170 data eksternal dan 92 respons survei dari 6.162 responden eksekutif di tiap negara.
Hasil survei menunjukkan bahwa 66,1% eksekutif di Indonesia menganggap kurangnya peluang ekonomi sebagai pendorong utama polarisasi. Ini adalah indikasi kuat bahwa masalah ekonomi fundamental seperti infrastruktur yang tidak memadai, lembaga yang lemah, dan keterbatasan talenta Sumber Daya Manusia (SDM) harus mendapatkan porsi perhatian yang sangat besar dari pemerintah.
Pembangunan yang dianggap tidak inklusif dituding menciptakan ketimpangan struktural, angka pengangguran yang tinggi, dan pembangunan yang tidak merata. Minimnya penciptaan lapangan kerja baru ini disebut-sebut menimbulkan frustrasi di kalangan warga, karena mempersulit mereka untuk naik kelas secara sosial dan ekonomi.
Kemerosotan peringkat daya saing Indonesia ini setali tiga uang dengan Turki. Negara ini juga anjlok 13 peringkat, menjadi penurunan terburuk dibandingkan negara-negara lain dalam peringkat WCR 2025. Untuk Turki, kemerosotan ini disebabkan oleh kondisi ekonomi yang memburuk, terutama terkait krisis mata uang.
Di kawasan Asia Tenggara sendiri, potretnya beragam. Tiga dari lima negara yang disurvei WCR 2025 juga mengalami penurunan peringkat. Thailand turun 5 peringkat, dan Singapura turun 1 peringkat.
Baca Juga: Pemain Keturunan Indonesia Rp200 M, Calon Bintang Belanda: Dari Bek Tengah Jadi Gelandang
Namun, ada pula yang berhasil mencatat prestasi. Malaysia berhasil meroket 11 peringkat, menunjukkan peningkatan signifikan. Demikian pula Filipina, yang naik 1 peringkat. Kenaikan peringkat kedua negara ini didorong oleh kebijakan industri dan investasi digital yang strategis, sebuah pelajaran berharga bagi Indonesia.
Anjloknya peringkat daya saing Indonesia ini menjadi pukulan telak dan alarm keras bagi pemerintah. Di tengah tantangan global perang tarif, pekerjaan rumah di sektor internal seperti perbaikan infrastruktur, penguatan institusi, dan pengembangan SDM berkualitas mutlak harus menjadi prioritas utama.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan deregulasi secara besar-besaran untuk meningkatkan daya saing, menciptakan lapangan kerja, dan mempercepat investasi di sektor tekstil, produk tekstil, sepatu, dan sektor padat karya lainnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, salah satu perhatian utama pemerintah adalah sektor tekstil dan produk tekstil yang saat ini menyerap hampir 4 juta tenaga kerja dan mencatatkan ekspor lebih dari USD2 miliar.
“Arahan pertama tentu pemerintah harus melihat dari keseluruhan supply chain dan juga melakukan harmonisasi daripada tarif yang sudah dilakukan. Dan kedua, kita merespons terhadap barang yang di-dumping melalui tindakan anti-dumping. Pemerintah tentu akan membentuk semacam satgas, di mana ini akan dilakukan percepatan,” ujar Airlangga dalam keterangan persnya kepada awak media usai rapat.
Tidak hanya itu, Presiden Prabowo juga mendorong agar sektor padat karya masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Hal tersebut dilakukan agar berbagai kemudahan perizinan dan fasilitas insentif bisa segera diberikan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
AKGTK 2025 Akhir Desember: Jadwal Lengkap dan Persiapan Bagi Guru Madrasah
-
Dasco Ketuk Palu Sahkan Pansus RUU Desain Industri, Ini Urgensinya
-
Nilai Tukar Rupiah Melemah pada Akhir Pekan, Ini Penyebabnya
-
Serikat Buruh Kecewa dengan Rumus UMP 2026, Dinilai Tak Bikin Sejahtera
-
Kuota Mulai Dihitung, Bahlil Beri Peringatan ke SPBU Swasta Soal Impor BBM
-
Pemerintah Susun Standar Nasional Baru Pelatihan UMKM dan Ekraf
-
Stok Di Atas Rata-rata, Bahlil Jamin Tak Ada Kelangkaan BBM Selama Nataru
-
Kadin Minta Menkeu Purbaya Beri Insentif Industri Furnitur
-
Siap-siap, Bank Mandiri Mau Bagikan Dividen Interim Rp 100 per Saham
-
UMKM Terdampak Banjir Sumatera Dapat Klaim Asuransi untuk Pemulihan Usaha