Suara.com - Sebagai upaya mengawal desentralisasi otonomi daerah khususnya yang berkaitan dengan tata kelola ekonomi daerah, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) merekomendasikan tiga hal kepada DPRD dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Rekomendasi tersebut berkaitan dengan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR).
Tujuannya demi memastikan agar Ranperda KTR tersebut tidak menimbulkan dampak ekonomi yang akan berpengaruh negatif pada kondisi serta manajemen fiskal daerah.
Herman Suparman, Direktur Eksekutif KPPOD menegaskan bahwa dalam kajiannya terkait Ranperda KTR DKI Jakarta, dengan melakukan beberapa variabel pengukuran serta penilaian, ada pasal-pasal yang akan sangat berdampak pada upaya daerah dalam memberikan kepastian berusaha.
“Dalam konteks kajian kami terkait Ranperda KTR dan melihat sejumlah perspektif, kami memberikan tiga rekomendasi dan catatan kepada eksekutif dan legislatif. Rekomendasi yang kami berikan tidak terlepas dari pasal-pasal yang kontraproduktif dalam menjadikan Jakarta sebagai kota global dan pusat perekonomian yakni, penghapusan pasal pelarangan penjualan produk tembakau radius 200 meter dari satuan pendidikan serta izin khusus untuk penjualan produk tembakau, penghapusan pasal pelarangan pemajangan produk tembakau, dan penghapusan pasal pelarangan iklan, promosi dan sponsorship,” papar Herman dalam Diskusi Publik "Kawasan Tanpa Rokok DKI Jakarta", ditulis Senin (23/6/2025).
KPPOD menilai Ranperda KTR DKI Jakarta masih cacat substansi dan prinsipil. Ia mengupas terkait cakupan kawasan tanpa rokok, Ranperda KTR DKI melampaui amanah peraturan di atasnya yakni Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Dalam Ranperda KTR DKI Jakarta ada perluasan definisi tempat umum: pasar, hotel, restoran dan kafe sebagai ruang steril merokok. Selain itu, pasal-pasal dalam Ranperda KTR DKI Jakarta tidak memberi batasan jelas terkait kategori tempat umum yang harus bebas rokok.
“Begitu juga dengan kata tempat lainnya yang harus bebas rokok, ini justru seringkali membuka ruang multitafsir dalam penerapannya. Sama juga dengan keharusan ruang publik terpadu yang bebas rokok, ini tidak punya batasan, tidak dijelaskan secara eksplisit. Ini akan berpotensi mengganggu pertumbuhan sektor jasa; hotel, restoran dan UMKM,” kata Herman.
“Begitu juga dengan substansi larangan berjualan rokok radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta larangan beriklan dalam radius 500 meter, yang akan menimbulkan sejumlah dampak ekonomi, yaitu semakin menyempitnya area penjualan, penurunan pendapatan dan efisiensi tenaga kerja,” jelasnya.
Baca Juga: Teknologi Jadi Jalan UMKM Menuju Pasar Global, Squadra Siapkan Ekosistem Lengkap
Herman menambahkan, dorongan larangan dalam pasal-pasal Ranperda KTR DKI Jakarta tersebutakan kontraproduktif dengan upaya Pemda DKI Jakarta membuka lapangan kerja dan berdampak pada penurunan pendapatan daerah.
“Di sisi prinsipil, soal pasal pembatasan penjualan rokok yang mengharuskan memiliki izin, ini tidak ada justifikasinya. Begitu juga pelarangan total reklame yang melanggar hak dan kewajiban sebagai stakeholder yang memberikan kontribusi ekonomi. Kebijakan ini akan menimbulkan resistensi. Padahal jika kita kaitkan dengan investasi, larangan-larangan dalam Ranperda KTR DKI Jakarta akan berimplikasi menghambat upaya pemerintah provinsi untuk menyediakan lapangan kerja,” ujar Herman.
Ranperda KTR Pertimbangkan Kondisi Pedagang Kecil
Menanggapi rekomendasi dan masukan dari KPPOD, Ketua Pansus KTR DKI Jakarta, Farah Savira, menyadari bahwa penyusunan Ranperda ini mengundang polemik sehingga dalam penyelesaiannya sehingga membutuhkan banyak pertimbangan.
”Kami ingin mendapatkan dan mendengarkan secara langsung dari yang terdampak. Memang masih banyak kekurangan, kami di Pansus berupaya secara netral. Kami mendengar dari banyak elemen, dari stakeholder yang memperjuangkan ini. Kami mempertimbangkan baik yang kontra maupun pro yang terdampak secara ekonomi,” ujar legislator dari Dapil 8 Jakarta Selatan ini.
Anggota DPRD Fraksi Golkar ini tidak menampik bahwa dalam proses pembahasannya, yang paling alot adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan larangan penjualan radius 200 meter, larangan iklan dan definisi kawasan tempat umum bebas rokok.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Sedan Bekas yang Jarang Rewel untuk Orang Tua
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- 5 Sepatu Lari Hoka Diskon 50% di Sports Station, Akhir Tahun Makin Hemat
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman Skechers Buat Jalan-Jalan, Cocok Buat Traveling dan Harian
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
Pilihan
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
Terkini
-
Cek Prediksi Keuangan Kamu Tahun Depan: Akan Lebih Cemerlang atau Makin Horor?
-
Libur Panjang, Nilai Kapitalisasi Pasar BEI Anjlok 1,17 Persen
-
OJK: Paylater Hanya Boleh Ada di Bank dan Multifinance
-
Gandeng Vantara India, Kemenhut Revitalisasi Rumah Sakit Gajah Way Kambas
-
Dikeluhkan Petani, Pemerintah Langsung Pangkas Regulasi dan Turunkan HET Pupuk 20 Persen
-
Profil PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB): Saham, Pemilik, dan Keuangan
-
Cek dan Unduh SK PPPK Paruh Waktu di MyASN
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
BSU BPJS Ketenagakerjaan Cair Tahun 2026? Ini Faktanya
-
Purbaya dan Tito Surati Pemda, Minta Kurangi Seminar hingga Perjalanan Dinas demi Efisiensi