Suara.com - Regulasi soal industri tembakau di dalam negeri masih carut-marut. Terlebih pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang dinilai bisa memberi dampak pada kelangsungan industri tembakau.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Nasdem, Nurhadi, menilai regulasi berpolemik soal pertembakauan itu bisa mengancam kedaulatan ekonomi nasional.
"Saya memandang bahwa regulasi yang menyangkut sektor strategis seperti pertembakauan harus betul-betul berpijak pada kepentingan nasional, bukan sekadar mengutip pendekatan internasional tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi petani, buruh, dan negara," ujarnya, seperti dikutip, Senin (14/7/2025).
Nurhadi menduga, adanya intervensi asing melalui agenda tersembunyi FCTC dalam kebijakan PP 28/2024. Ia menegaskan, DPR, utamanya komisi IX, tentunya pro-kesehatan, hanya saja menolak intervensi regulasi yang berkedok kesehatan, padahal bermotif pengendalian ekonomi negara berkembang.
Ia menyebut, isu ini bukan sekadar soal regulasi, melainkan menyangkut kedaulatan negara. Nurhadi justru mempertanyakan relevansi lembaga legislatif jika kebijakan nasional terus-menerus tunduk pada standar asing.
"Kita harus berani menegaskan kedaulatan kebijakan nasional. Kalau setiap kebijakan kita harus mengacu pada standar asing, lalu apa fungsi DPR, apa fungsi kedaulatan negara?" imbuhnya.
Nurhadi juga menyoroti potensi kerugian besar bagi petani dan pekerja sektor tembakau jika PP 28/2024 diterapkan tanpa penyesuaian kontekstual.
Menurutnya, Indonesia bisa kehilangan potensi penerimaan negara dari Cukai Hasil Tembakau (CHT), yang selama ini menjadi tulang punggung APBN.
Pada 2024, CHT menyumbang Rp 216,9 triliun atau sekitar 72 persen dari total penerimaan kepabeanan dan cukai. Nurhadi menilai sektor ini sebagai pilar penting penyelamat ekonomi nasional, terutama ketika dividen BUMN tidak lagi menjadi penopang utama Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Baca Juga: Petani Tembakau Mulai Resah dengan Kebijakan Pemerintah soal Rokok
Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara aspek kesehatan dan ekonomi, agar kebijakan tidak justru menghambat pemulihan ekonomi nasional.
"Bagi saya, tidak berlebihan jika kebijakan ini ditinjau ulang, bahkan dibatalkan, jika terbukti lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya,” ujarnya.
Nurhadi menambahkan, kebijakan yang terlalu menekan sektor padat karya seperti industri tembakau dapat memperburuk kondisi ketenagakerjaan nasional. Di tengah ancaman resesi global dan gelombang PHK, kebijakan yang tidak adaptif justru kontraproduktif.
Pemerintah, sebutnya, seharusnya merumuskan kebijakan yang protektif dan adaptif, bukan menambah beban yang memperparah pengangguran.
"Petani kehilangan pasar, buruh kehilangan pekerjaan, dan UMKM seperti warung kecil akan tercekik," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 5 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Kolagen untuk Hilangkan Kerutan, Murah Meriah Mudah Ditemukan
- 6 Hybrid Sunscreen untuk Mengatasi Flek Hitam di Usia Matang 40 Tahun
- 22 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 12 Oktober: Klaim Pemain 112-113 dan Jutaan Koin
Pilihan
-
Keuangan Mees Hilgers Boncos Akibat Absen di FC Twente dan Timnas Indonesia
-
6 Rekomendasi HP Murah Tahan Air dengan Sertifikat IP, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
6 Fakta Isu Presiden Prabowo Berkunjung ke Israel
-
Harga Emas Antam Hari Ini Cetak Rekor Tertinggi Pegadaian, Tembus Rp 2.565.000
-
Warisan Utang Proyek Jokowi Bikin Menkeu Purbaya Pusing: Untungnya ke Mereka, Susahnya ke Kita!
Terkini
-
Kolaborasi dengan Kemenkop, DJKI Kemenkum Targetkan 8.000 Koperasi Merah Putih Daftarkan Merek
-
Menteri Bahlil: 1 Sumur Minyak Rakyat Bisa Hasilkan Rp 2,4 Juta per Hari, Lebih Besar dari Gaji PNS
-
Satgas BLBI Mau Dibubarkan, Menkeu Purbaya Ngotot Turun Langsung Tagih Utang
-
Bahlil Sebut Pasokan Bahan Baku Emas Terganggu Atas Insiden Freeport
-
Purbaya Batal Bentuk Badan Penerimaan Negara: Pajak dan Bea Cukai Tetap di Kemenkeu!
-
Tahun Depan B50 Jalan, Bahlil Punya Opsi DMO CPO
-
Harga Emas Pecahkan Rekor Lagi: Apa yang Mendorong XAUUSD Terus Meroket?
-
Berawal Edukasi, Pertamina Patra Niaga Gaspol Jalankan Program Bioetanol 10 Persen
-
Purbaya Umumkan APBN Defisit Rp 371,5 Triliun per September 2025
-
Penyebab IHSG Anjlok Hampir 2 Persen Sampai 614 Saham Kebakaran