Suara.com - Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut sebanyak 30 negara mengalami ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi yang terus bergejolak. Ketidakseimbangan ekonomi ini akan berlangsung lama.
Hingga ketidakpastian kebijakan fiskal yang berkelanjutan masih menekan perekonomian domestik negara. Serta, meningkatnya ketegangan perdagangan dapat memperburuk sentimen risiko global dan meningkatkan tekanan keuangan, yang merugikan negara-negara debitur maupun kreditur.
Laporan IMF tersebut menyoroti penerapan tarif impor yang lebih tinggi oleh Presiden AS Donald Trump terhadap hampir setiap mitra dagang. Keputusan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan memperbaiki defisit perdagangan yang telah berlangsung lama.
"Eskalasi perang dagang lebih lanjut akan berdampak signifikan terhadap ekonomi makro,"tulis laporan dikutip Reuters, Kamis (24/7/2025),
Dia mencatat bahwa tarif yang lebih tinggi akan mengurangi permintaan global dalam jangka pendek dan menambah tekanan inflasi melalui kenaikan harga impor. Meningkatnya ketegangan geopolitik juga dapat memicu pergeseran dalam sistem moneter internasional (IMS), yang pada gilirannya dapat merusak stabilitas keuangan.
Berdasarkan data tahun 2024, menunjukkan pelebaran saldo neraca berjalan global sebagian besar disebabkan oleh peningkatan saldo berlebih di tiga negara. Ketiga negara ini memiliki ekonomi terbesar di dunia yaknu Amerika Serikat, Tiongkok, dan kawasan Eropa.
Hal itu terlihat dari, defisit di Amerika Serikat melebar sebesar 228 miliar dolar AS menjadi 1,13 triliun dolar AS atau 1% dari produk domestik bruto (PDB) global. Sedangkan, surplus Tiongkok meningkat sebesar 161 miliar dolar AS menjadi 424 miliar dolar AS. Lalu surplus euro meningkat sebesar 198 miliar dolar AS menjadi 461 miliar dolar AS.
Sementara itu, Kepala ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas mengatakan surplus atau defisit yang berlebihan berasal dari domestik distorsi, seperti kebijakan fiskal yang terlalu longgar di negara-negara defisit dan jaring pengaman yang tidak memadai yang menyebabkan tabungan pencegahan yang berlebihan di negara-negara surplus.
Perubahan yang ditujukan pada pendorong domestik ini—bukan tarif—diperlukan, ujarnya. Artinya, Tiongkok harus fokus pada peningkatan konsumsi, Eropa harus meningkatkan belanja infrastruktur, dan AS perlu mengurangi defisit publik yang besar serta mengendalikan belanja fiskal.
Baca Juga: Huru-hara Global Bikin Ekonomi RI Suram
Laporan tersebut didasarkan pada data yang dikumpulkan sebelum pengesahan RUU pemotongan pajak dan belanja besar-besaran, yang menurut Kantor Anggaran Kongres pada hari Senin akan menambah defisit AS sebesar 3,4 triliun dolar AS selama 10 tahun, yang menyebabkan tekanan lebih lanjut.
Untuk itu, IMF memperingatkan bahwa tarif bukanlah solusi dalam menangani krisis ekonomi di Amerika Serikat.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
BSU Guru Kemenag Cair! Ini Cara Cek Status dan Pencairan Lewat Rekening
-
Update Harga Sembako: Cabai dan Bawang Merah Putih Turun, Daging Sapi Naik
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
Harga Emas Antam Melonjak Drastis dalam Sepekan
-
Hari Minggu Diwarnai Pelemahan Harga Emas di Pegadaian, Cek Selengkapnya
-
Orang Kaya Ingin Parkir Supercar di Ruang Tamu, Tapi Kelas Menengah Mati-matian Bayar Cicilan Rumah
-
Mampukah Dana Siap Pakai dalam APBN ala Prabowo Bisa Pulihkan Sumatera?
-
Anak Purbaya Betul? Toba Pulp Lestari Tutup Operasional Total, Dituding Dalang Bencana Sumatera
-
Percepat Pembangunan Infrastruktur di Sumbar, BRI Dukung Pembiayaan Sindikasi Rp2,2 Triliun
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T