- Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan produksi sampah nasional mencapai 35 juta ton per tahun, dengan lebih dari 61% di antaranya tidak dikelola dengan baik.
- Sebagian besar sampah ini berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) yang sudah kelebihan kapasitas, bahkan menjadi sumber emisi gas metana yang signifikan.
- Menurut pengamat dan praktisi pengelolaan sampah, Bijaksana Junerosano, TPA bukanlah solusi jangka panjang.
Suara.com - Indonesia menghadapi ancaman serius dari krisis sampah. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan produksi sampah nasional mencapai 35 juta ton per tahun, dengan lebih dari 61% di antaranya tidak dikelola dengan baik.
Sebagian besar sampah ini berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) yang sudah kelebihan kapasitas, bahkan menjadi sumber emisi gas metana yang signifikan.
Menurut pengamat dan praktisi pengelolaan sampah, Bijaksana Junerosano, TPA bukanlah solusi jangka panjang.
"TPA tidak lagi bisa menjadi solusi utama karena keterbatasan lahan, risiko pencemaran lingkungan, dan dampak kesehatan yang signifikan," katanya, Selasa (23/9/2025).
Sano menegaskan, teknologi Waste-to-Energy (WtE) atau pengolahan sampah menjadi energi, bisa menjadi jawaban.
WtE tidak hanya mengurangi timbunan sampah, tetapi juga menghasilkan energi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat dan industri.
Langkah ini juga mendukung transisi energi Indonesia dari ketergantungan pada energi fosil menuju sumber energi yang lebih bersih.
Namun, ia mengingatkan, proyek WtE harus dilakukan dengan kontrol emisi yang ketat, mencontoh negara-negara maju seperti Jerman, Jepang, dan Tiongkok.
"Kontrol emisi yang baik adalah hal yang sangat penting dan tidak dapat dinegosiasikan," tegas Sano.
Baca Juga: Bukan Lagi Kementerian, DPR dan Pemerintah Sepakat Transformasi BUMN Jadi Badan
Sano menekankan bahwa proyek WtE membutuhkan orkestrasi dari pemerintah pusat.
Tanpa kolaborasi yang efektif, proyek ini berisiko menghadapi berbagai kendala, mulai dari pasokan sampah yang tidak stabil, emisi yang tak terkontrol, hingga masalah pembiayaan.
Ia menyoroti peran strategis Danantara sebagai lembaga yang dapat memastikan tata kelola proyek WtE lebih terarah.
Dengan adanya Danantara dan didukung peraturan presiden yang baru, kepemimpinan yang menyatukan semua pihak dapat terkoordinasi dengan lebih baik.
Sano optimistis, jika proyek WtE berjalan sesuai rencana, Indonesia dapat mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2029, yaitu 100% sampah terkelola, sekaligus mendukung komitmen Net Zero Emission 2060.
WtE, menurutnya, adalah teknologi yang minim dampak pencemaran dan menghasilkan nilai tambah berupa energi, mendorong Indonesia menuju lingkungan yang lebih baik.
Berita Terkait
Terpopuler
- Sama-sama dari Australia, Apa Perbedaan Ijazah Gibran dengan Anak Dosen IPB?
- Bawa Bukti, Roy Suryo Sambangi Kemendikdasmen: Ijazah Gibran Tak Sah, Jabatan Wapres Bisa Gugur
- Lihat Permainan Rizky Ridho, Bintang Arsenal Jurrien Timber: Dia Bagus!
- Ousmane Dembele Raih Ballon dOr 2025, Siapa Sosok Istri yang Selalu Mendampinginya?
- Jadwal Big 4 Tim ASEAN di Oktober, Timnas Indonesia Beda Sendiri
Pilihan
Terkini
-
Harga Emas Antam Hari Ini Melandai: Sinyal Beli atau Tahan Dulu?
-
Lowongan Kerja BNI Posisi Assistant Development Program: Syarat dan Ketentuan
-
Rupiah Semakin Loyo di Jumat Pagi
-
Akankah Dolar AS Tembus Rp17.000?
-
Harga Emas Antam Sentuh Level Tertinggi Sepanjang Masa, Tembus Rp2,175 Juta Per Gram
-
Pengembang YVE Habitat Soal Proyek Mandek: Kami Ingin Kualitas!
-
Rupiah Loyo, BI Kerahkan Semua Obat Kuat untuk Jaga Nilai Tukar
-
OJK: Rp4,8 Triliun Raib Akibat Love Scamming, Ini Cara Jitu Lindungi Diri dari Penipuan
-
Tak Hanya Penurunan, Menkeu Purbaya Diminta Stop Kenaikan CHT Selama 3 Tahun
-
Prospek Investasi Properti di Utara Jakarta Naik, Kini Jadi Incaran Investor