Suara.com - Sentuhan kasar atas kehadiran karya seni di tengah masyarakat menyisakan satu pertanyaan. Bukan 'apakah mereka yang berkuasa memiliki ketakutan atas seni', melainkan 'apa yang ditakuti oleh mereka yang berkuasa dari seni?'.
Hanya dalam kurun waktu tiga bulan, relasi antara seni dan kekuasaan di Indonesia ditampilkan dalam figura yang buruk. Desember 2024 diakhiri dengan pembredelan pameran lukisan Yos Suprapto di Galeri Nasional.
Pada Februari 2025, dua peristiwa 'pembredelan' lainnya terjadi.
Pertama, pelarangan teater berjudul 'Wawancara dengan Mulyono' di kampus seni, Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung pada 15-16 Februari 2025. Kedua, penarikan lagu 'Bayar Bayar Bayar' oleh band punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, Sukatani pada 20 Februari 2025.
Peristiwa-peristiwa ini tidak sekadar mencederai seni sebagai sebuah produk, melainkan sekaligus hak untuk berkesenian yang seharusnya difasilitasi dalam sebuah negara yang demokratis.
Yos Suprapto dan Kedaulatan Seni
Pil pahit mulai dirasakan Yos Suprapto sebagai seorang seniman dan warga Indonesia pada 16 Desember 2024. Berdalih tidak sesuai dengan tema kuratorial yang disepakati, lukisannya berjudul Konoha 1 dan Konoha 2: Jilat Menjilat ditutup kain hitam.
Pada 19 Desember 2024 pukul 19:00 WIB, lukisan-lukisan tersebut diturunkan dan keluar dari rencana dipamerkan di Galeri Nasional. Keputusan ini berujung pada penggembokan dan larangan pengunjung memasuki ruang pameran.
Total ada lima lukisan yang menjadi korban pembredelan. Tiga lainnya berjudul Niscaya, Makan Malam, dan 2019. Penggambaran satu ikon yang sama dalam lima lukisan tersebut disinyalir adalah penyebab dari pembredelan yang terjadi.
Baca Juga: Alasan Novi Vokalis Band Sukatani Dipecat Jadi Guru Terungkap, Disebut Melanggar Kode Etik
Ada jurang pemahaman yang besar antara seniman dan 'penguasa'. Bagi Yos Suprapto, tema kedaulatan pangan yang diusung tidak bisa dipisahkan dari relasi kekuasaan. Sayang, kekuasaan yang digambarkannya dalam satu ikon 'penguasa' berujung pada ketidaksukaan elitis atas karya-karyanya yang akan dipamerkan.
Sementara itu, Yos menolak untuk mundur apalagi dibungkam. Keterbukaan kepada media disusul dengan viralnya foto-foto lima lukisan milik Yos yang dibredel oleh Galeri Nasional.
Lima lukisan Yos berubah menjadi topik paling diperbincangkan selama beberapa hari ke depan. Apa yang dimulai dari kedaulatan pangan berujung pada amarah yang mempertanyakan kedaulatan seni dalam satu kedipan.
Masyarakat tidak perlu menyisihkan waktu untuk berkunjung ke Galeri Nasional. Hanya berbekal gawai dan media sosial, semua orang bisa menikmati karya seni Yos Suprapto, yang tampaknya membuat para penguasa menjadi cemas.
Wawancara dengan Mulyono: Sebuah Ironi
Senin, 17 Februari 2025, massa mulai beraksi. Sebuah poster bertuliskan “Kampus Seni yang Takut pada Seni Adalah Ironi yang Membusuk!” dibentangkan seorang mahasiswi di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Jawa Barat.
Tidak ada yang lebih ironis dari keruntuhan sebuah insitusi pendidikan seni, yang disebabkan oleh pembungkaman atas karya seni.
Pertunjukan teater berjudul Wawancara dengan Mulyono dari Teater Payung Hitam mulanya dijadwalkan digelar pada Sabtu dan Minggu (15-16/2/2025). Namun, kampus (instiusi pendidikan) mengambil langkah untuk mencabut poster hingga menggembok Studio Teater ISBI Bandung.
Rachman Sabur, selaku pemimpin Teater Payung Hitam dan sutradara Wawancara dengan Mulyono merasa prihatin atas situasi pembungkaman yang menjerat kampus institusinya. Sementara di sisi lain, sang rektor, Retno Dwimarwati justru berkutat pada persoalan izin untuk pentas.
Klaim rektor bahwa pentas teater tersebut tidak mengantongi izin, tidak mampu menyelamatkan citra ISBI Bandung sebagai kampus seni. Satu per satu kecaman diberikan.
Meski sorotan yang diberikan tidak semasif pembredelan pameran lukisan Yos Suprapto, larangan atas penampilan karya seni teater ini memperburuk relasi antara 'penguasa' dan masyarakat. Sok menyembunyikan ketakutan, hak berkesenian dilucuti perlahan demi perlahan.
Bangkit Bersama Sukatani
Tidak ada satu pun orang yang senang ketika hak-haknya dilucuti. Jika dia merasa senang, ada dua kemungkinan. Pertama, dia telah dibeli dengan kekuasan dan kedua, dia diintimidasi oleh kekuasaan.
Apa yang disampaikan oleh Sukatani di media sosial pada Kamis (20/2/2025) dengan identitas yang ditelanjangi, membawa nasib berkesenian di tanah air ke dalam pusaran yang semakin gelap.
Namun Kamis, 20 Februari 2025 bukan titik awal dari intimidasi yang diterima oleh Sukatani. Untuk Anda, Suara.com merangkum linimasa penelanjangan Sukatani oleh penguasa ibu pertiwi sebagai berikut
- 24 Juli 2023
Sukatani debut dengan album bertajuk Gelap Gempita. Pada album ini lah, lagu Bayar Bayar Bayar dirilis pada tahun yang sama.
Namun lagu ini baru benar-benar menarik perhatian pada 2025. Lirik yang mengkritisi praktik 'membayar' oknum polisi untuk beragam kepentingan ini dipandang faktual dan dekat dengan pengalaman masyarakat.
- 7 Februari 2025
Terungkap baru-baru ini, upaya menarik lagu Bayar Bayar Bayar dari segala platform sudah ada sejak awal Februari 2025.
Perwakilan label Sukatani, Bung Kalz menyinggung adanya negosiasi antara band tersebut dan Polda Jawa Tengah. Negosiasi tersebut dikabarkan berjalan dengan alot.
- 20 Februari 2025
Sukatani menyampaikan permohonan maaf secara resmi di Instagram. Vokalis, Novi Citra Indriyati dan gitaris, Muhammad Syifa Al Ufti memohon maaf kepada insitusi kepolisian atas isi lagu Bayar Bayar Bayar.
Sukatani mengumumkan penarikan lagu tersebut dari semua platform. Sukatani sekaligus meminta publik untuk menghapus jejak-jejak dari lagu yang kini terbukti mengganggu ego dari institusi kepolisian di tanah air.
- 20 Februari 2025
Permohonan maaf dari Sukatani untuk insitusi kepolisian menyulut amarah masyarakat. Cara anggota Sukatani menyampaikan permohonan maaf memunculkan keresahan-keresahan baru.
Sukatani dikenal dengan karakter bertopeng, baik dalam album fisik, platform musik digital, maupun penampilan di panggung. Namun kala memohon maaf kepada polisi, identitas mereka ditelanjangi, wajah mereka dipertontonkan ke publik.
Sukatani juga lebih dari sekali mengucap kalimat 'lagu Bayar Baya Bayar lirik lagu Bayar Polisi.
Media sosial Instagram hingga X dipenuhi dengan dukungan untuk Sukatani. Lagu Bayar Bayar Bayar semakin berkumandang dan liriknya disebarluaskan.
Seperti apa yang terjadi usai pembredelan pameran lukisan Yos Suprapto, mereka yang tidak mengenal Sukatani mulai berkenalan. Tagar Kami Bersama Sukatani dan 1312 berbondong-bondong digunakan.
- 21 Februari 2025
Pernyataan Fadli Zon sebagai Menteri Kebudayaan RI mengecewakan publik. Ditodong dugaan intimidasi yang dilakukan insitusi kepolisian, Fadli Zon memilih berucap soal batasan dalam kebebesan berekspresi.
Akibatnya, Fadli Zon dituding amnesia UUD 1945 dan hanya mengikuti arus usai masuk ke jejeran kabinet. Pasal UUD 1945 yang dimaksud adalah Pasal 28E yang berbunyi 'setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat'.
- 21 Februari 2025
Kritikus musik, Thee Anthony Fantano menanggapi dengan singkat dan tegas. Thee Anthony menyayangkan pembungkaman yang dilakukan atas lagu Sukatani.
Tanggapan Thee Anthony yang merupakan 'orang luar' ini lebih diapresiasi karena selaras dengan pandangan masyarakat Indonesia.
- 23 Februari 2025
Logo band Sukatani dibedah oleh sebuah akun di X. Logo hitam putih tersebut diduga memiliki makna dua entitas yang membungkam. Dua entitas/pihak yang dimaksud diduga adalah polisi dan pemerintah.
Makna tersebut diambil dari kata sakatani, pelafalan lain dari empat huruf dalam bahasa Arab yang digunakan oleh Sukatani dalam logonya.
- 23 Februari 2025
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengambil langkah yang humoris. Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo justru merayu jabatan 'Duta Polri' kepada Sukatani.
Rayuan semacam ini bukan kali pertama dilakukan oleh pemegang kekuasaan di Indonesia. Rayuan semacam ini juga tidak dipandang sebagai langkah yang baik oleh publik, melainkan 'cara lain' dari penguasa untuk mengendalikan kebebasan.
Linimasa di atas merupakan secuil aspek dari problema perampasan hak berekspresi/hak berkesenian yang dialami oleh Sukatani. Penarikan lagu Bayar Bayar Bayar milik Sukatani juga merupakan satu dari rentetan perampasan hak berkesenian oleh negara, oleh mereka yang memegang kekuasaan di ibu pertiwi, Indonesia.
Kini, satu per satu pertanyaan muncul.
Mengapa hak berkesenian dirampas, dilucuti perlahan demi perlahan oleh negara?
Atau mungkin kita balik menjadi, mengapa negara melucuti hak masyarakat untuk berkesenian?
Apa yang ditakuti oleh penguasa--yang dalam hal ini adalah 'pemangku negara', hak atas berkesenian atau seni itu sendiri?
Kita bisa meminjam pandangan beberapa tokoh soal seni. Sebut saja, filsuf asal Yunani, Aristoteles yang memandang seni sebagai 'tiruan' atas dunia manusia.
Ketika karya seni hadir merepresentasikan 'realitas' di ibu pertiwi, muncul bintik-bintik di tubuh penguasa. Mereka merasa gatal, namun mereka tidak pergi berobat.
Langkah yang dipilih adalah sentuhan kasar. Karya seni dibredel, seniman ditelanjangi, dan institusi 'penguasa' muncul dengan ucapan menjemukan, 'kami tak anti-kritik'.
Pola semacam ini tidak terjadi sekali dan berpotensi dilakukan berulang kali. Mereka alergi dengan seni, namun tidak berupaya menyembuhkan diri.
Tag
Berita Terkait
-
Rayu Sukatani Jadi Duta Polri, Pendisiplinan Halus Ala Orde Baru
-
Disindir Anggota DPR Soal Band Sukatani, Polri Tegaskan Tak Antikritik
-
Kapolri Ingin Jadikan Band Sukatani Sebagai Duta Polri Usai Kena Kritik dengan Kode 1312
-
Lirik 'Bayar Bayar Bayar' Tak Masalah, Kapolri Ingin Sukatani Jadi Duta Polri
-
Membedah Makna Logo Sukatani, Lagu 'Bayar Bayar Bayar' Diduga Disabotase gegara Sindir Polisi
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
CERPEN: Liak
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
Terkini
-
5 Hal Menarik dari Trailer Supergirl, Brutal dan Penuh Misteri ala James Gunn
-
Lepas Distorsi, Closehead Rilis "Arti Yang Sama", Lagu Ballad Emosional untuk Sosok Ibu
-
Dunia Nyata vs Akting: Jerome Kurnia dan Nadya Arina Sulit Bangun Chemistry di Film
-
Junior Roberts dan Shanice Margaretha Resmi Gabung, Plot Cinta Sedalam Rindu Semakin Rumit
-
Hamish Daud 'Dijebak' Ikut Casting Film Malam 3 Yasinan
-
Penerbangan Terakhir: Drama Perselingkuhan Pilot Muda dengan Pramugari
-
Selamat Tinggal MTV: Mengenang VJ Ikonik Era Kejayaan
-
4 Alasan McKenna Grace-Mason Thames Paling Pas Jadi Rapunzel-Flynn Rider
-
Sinopsis Undercover Miss Hong, Drakor Komedi Baru Park Shin Hye dan Ko Kyung Pyo
-
Review The Carpenter's Son Versi Non-Kristen: Eksperimen Menarik tapi Hasil Setengah Matang