Entertainment / Gosip
Rabu, 15 Oktober 2025 | 15:45 WIB
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa [Antara/Dhemas Reviyanto]
Baca 10 detik
  • Anak Menkeu ikut komentari polemik tayangan Trans7 vs Lirboyo.

  • Ia mengkritik pendidikan pesantren 'feodal' dan 'setengah-setengah'.

  • Kepatuhan buta dinilai bisa menciptakan 'budak' di dunia kerja.

Suara.com - Polemik tayangan Trans7 yang dinilai melecehkan Pondok Pesantren Lirboyo terus bergulir dan memancing beragam komentar, tak terkecuali anak Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Yudo Sadewa.

Lewat unggahan Instagramnya, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti sistem pendidikan di pesantren yang menurutnya sebagian masih "feodal" dan mengajarkan kepatuhan buta.

Komentar Yudo ini muncul di tengah pro dan kontra terkait tayangan acara Trans7 yang dinilai mencoreng pondok pesantren dan kyai.

Yudo mengawali kritiknya dengan mengunggah sebuah hadis yang menyinggung soal larangan menundukkan kepala secara berlebihan kepada sesama manusia.

"Rasulullah bersabda: Janganlah seorang hamba menundukkan kepalanya kepada orang lain (dengan rasa hormat yang berlebihan), karena Allah saja yang berhak dipuji dan diagungkan," demikian kutipan hadis riwayat Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Baihaqi yang diunggah Yudo Sadewa di Instagram story pada Rabu 15 Oktober 2025.

Anak Menkeu Purbaya Yudhi kemudian mengaitkan hadis tersebut dengan realitas yang ia lihat di lembaga pendidikan Islam.

Unggahan anak Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa (Instagram/@8a41121a)

Menurutnya, kultur senioritas yang berlebihan masih terjadi di sebagian Pondok Pesantren, terutama pesantran yang terletak di kampung.

"Tapi kenyataannya di sebagian pesantren (apalagi di kampung) feodal (senioritas) banget," ujar Yudo Sadewa.

Anak Purbaya Yudhi ini lantas memperluas pandangannya terhadap sistem pendidikan di Indonesia secara umum, yang dinilainya mengajarkan kepatuhan tanpa pemahaman kritis.

Baca Juga: Menag Tanggapi Tayangan Ponpes Lirboyo di Trans7: Pesantren Tak Layak Dicap Buruk

Dalam hal ini, anak Purbaya Yudhi beranggapan Pondok Pesantren mengajari ilmu agama hanya setengah-setengah.

"Masalahnya ya pendidikan di Indonesia seperti itu. Di pesantren, belajar agama cuman setengah-setengah," katanya.

Sedangkan, Yudo Sadewa beranggapan sekolah biasa seringkali guru mengajarkan ilmu agama tanpa memberikan pemahaman lebih dalam.

"Di sekolah biasa juga gurunya ngajarin tapi tidak memahami apa yang diajarkan. Selalu diajarkan untuk patuh tanpa mengetahui mengapa saya harus patuh," lanjutnya.

Menurutnya, budaya patuh tanpa nalar ini memiliki dampak jangka panjang yang merugikan saat seseorang memasuki dunia kerja, menjadikan mereka rentan dieksploitasi.

"Ketika kalian sudah patuh, kalian akan dijadikan budak oleh atasan kalian pada saat di dunia kerja," tegasnya.

Load More