Entertainment / Film
Selasa, 25 November 2025 | 13:05 WIB
Film Jumbo. (Dok. Visinema)
Baca 10 detik
  • Kesuksesan komersial Jumbo (Visinema) dan rencana Pelangi di Mars (Mahakarya Pictures/PFN) menandai pergeseran fokus sineas.
  • Pelangi di Mars mengambil terobosan dengan menggabungkan live-action dan animasi 3D menggunakan teknologi Unreal Engine, menunjukkan ambisi untuk menciptakan idola anak-anak asli Indonesia yang setara standar global
  • Kedua proyek tersebut menekankan pentingnya riset mendalam, kesabaran (perencanaan Jumbo selama tujuh tahun), serta melibatkan ratusan talenta lokal untuk memastikan kualitas produk dapat bersaing di pasar internasional

Mereka menyadari bahwa selama ini, pasar hiburan anak didominasi oleh karakter impor seperti Doraemon dari Jepang atau pahlawan super dari Amerika Serikat.

"Kami melihat IP dari Korea, Amerika, atau Jepang itu tumbuh bersama generasinya. Nah, kita memang membayangkan itu yang mau kita coba tawarkan. Kita harap anak-anak Indonesia bisa tumbuh besar bersama IP asli Indonesia," ujar Dendi Reynando dalam konferensi pers peluncuran teaser trailer film tersebut.

Keterlibatan Perum Produksi Film Negara (PFN) dalam proyek Pelangi di Mars juga menjadi indikator penting. Direktur Utama PFN, Rivan Fajarsyah alias Ifan Seventeen, menyebut bahwa dukungan negara hadir karena proyek ini dianggap merepresentasikan masa depan industri.

"Industri perfilman Indonesia di 2024 sedang sunrise. Tapi Pelangi di Mars ini beda. Ini melambangkan masa depan industri film Indonesia. Film ini merealisasikan ide seliar apapun dari sutradara," ungkap Ifan.

Berkolaborasi dengan Ratusan Talenta Bangsa

Satu benang merah yang menghubungkan kesuksesan Jumbo dan potensi Pelangi di Mars adalah keseriusan dalam manajemen "dapur" produksi. Kedua rumah produksi ini tidak bekerja sendirian.

Angga Sasongko menekankan bahwa untuk menciptakan IP raksasa, dibutuhkan tim yang kuat dan kesabaran ekstra.

Visinema bahkan merekrut ahli-ahli berpengalaman di industri IP dalam lima tahun terakhir untuk memperkuat struktur perusahaan mereka.

"Selama tujuh tahun kami enggak hanya bikin, tapi sembari belajar. Kita lihat kanan-kiri, banyak baca buku, banyak datang ke event di seluruh dunia. Great things take time," tutur Angga.

Baca Juga: 7 Film Anime Ini Lolos Syarat untuk Nominasi Oscar, Ada Chainsaw Man!

Senada dengan itu, tim Pelangi di Mars juga melakukan riset panjang sejak 2020. Mereka melibatkan lebih dari 200 kru lokal, termasuk animator dan teknisi dari berbagai daerah, untuk memastikan kualitas visual film ini setara dengan standar internasional.

Alim Sudio, penulis skenario Pelangi di Mars, menambahkan bahwa narasi yang dibangun juga harus memperkuat posisi Indonesia.

"Ide yang saya beli adalah, Di Mars itu ada robot-robot dari bangsa lain, tapi pemimpinnya Pelangi (anak Indonesia). Jadi kalau film ini mendunia, Indonesia memimpin untuk menemukan solusi bagi bumi," kata Alim.

Masa Depan Cerah Animasi Lokal

Dari dua proyek ini, dapat disimpulkan bahwa masa depan film animasi di Indonesia sangat menjanjikan. Pasar domestik telah terbukti siap dan antusias menerima karya lokal, sebagaimana ditunjukkan oleh rekor penonton Jumbo.

Kuncinya kini terletak pada konsistensi para kreator untuk tidak hanya fokus pada penjualan tiket bioskop, tetapi membangun ekosistem bisnis yang berkelanjutan.

Load More