Suara.com - Data WHO menyebutkan sepertiga dari kematian 6.6 juta anak di bawah usia lima tahun akibat terpapar pencemaran lingkungan. Jika anak tersebut mampu bertahan hidup maka gangguan tumbuh kembang hingga kecerdasan mengintai seumur hidupnya.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Bina Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes RI, dr. Anung Sugihantono, M. Kes. di Jakarta, Senin, (24/8/2015).
Ia menambahkan bahwa peningkatan aktivitas manusia seperti pemakaian pupuk dan pestisida golongan organophosphate di sektor pertanian, pemakaian merkuri oleh industri pertambangan, peleburan aki bekas dan penggunaan timbal dalam cat, bisa menyebabkan pencemaran lingkungan.
"Jika zat beracun ini dihirup atau tertelan anak-anak, maka bisa menganggu sistem kecerdasannya," kata Anung.
Penelitian yang dilakukan oleh Balitbangkes Kemenkes RI pada 2014 di Bekasi, Bogor, Tanggerang dan Depok, menemukan bahwa 240 anak terpapar kadar timah yang melebihi ambang yang ditetapkan WHO sebesar 36-65 mcg/dL. Bahkan 12 diantaranya memiliki IQ di bawah rata-rata atau idiot.
Padahal anak-anak yang cerdas merupakan aset bagi tercapainya pembangunan bangsa. Oleh karena itu, Anung mengimbau agar orangtua melindungi buah hatinya dari bahaya pencemaran lingkungan.
"Bicara anak saat ini kita tak hanya bicara yang sudah lahir, tapi juga kelak yang akan menjadi generasi pengganti. Oleh karena itu, kita harus bergandeng tangan untuk melindungi buah hati dari bahaya pencemaran lingkungan," imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan Kepala Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Kemenkes Anwar Musadad. Menurut Anwar, tanpa disadari, pencemaran lingkungan bisa membahayakan perkembangan otak anak. Berdasarkan penelitian, ditemukan sejumlah anak usia 7-12 tahun yang terpapar bahan berbahaya seperti timbal dan peleburan aki bekas.
“Kandungan (bahan berbahaya) terdeteksi di darah, rambut. Kalau sudah ada pertanda itu, tapi secara gejala belum belum begitu kelihatan, itu sudah jadi bom waktu karena ini akumulasi terus," kata Anwar.
Dampak yang terjadi sangat banyak. Antara lain akan menganggu pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk kecerdasan anak terganggu.
Anwar melanjutkan, ada laporan penelitian yang pernah dilakukan LSM Black Smith dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia tahun 2011, tercatat 70 hotspot sentra peleburan aki bekas ilegal di wilayah Jabodetabek.
Lokasi tersebut salah satunya di Desa Cinangka, Bogor dengan paparan kadar timbal di sekitar area peleburan aki bekas sebesar 7 kali lipat ambang yang ditetapkan WHO yakni 10 mcg/dL.
Sementara itu, dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Irene Yuniar menambahkan, penelitian terhadap 240 anak di Desa Cinangka, Bogor itu didapati 5 persen anak memiliki keterbelakangan mental.
Penelitian yang dilakukan Balitbangkes sebelumnya juga menemukan 32 orang di Desa Giripurno, Kota Batu, Jawa Timur menderita cerebal palsy atau lumpuh otak yang diduga karena pencemaran pestisida.
“Anak bisa terkena melalui pernapasan, kulit, dan saluran cerna. Tapi sulit mengenali penyakit lingkungan karena anak datang tidak dengan gejala spesifik,” kata Irene.
Bahan-bahan kimia tersebut bisa mengganggu tumbuh kembang anak, pembentukan tulang, perkembangan otak, hingga gangguan pada saraf. Selain itu, anak-anak juga bisa tercemar zat berbahaya tersebut sejak dalam kandungan ibu. Untuk itu, ibu hamil juga harus menghindari paparan pencemaran lingkungan.
Pendapat lain disampaikan Frederica Perera dari Universitas Kolombia. Ia menunjukkan dampak kesehatan bagi anak-anak belum sepenuhnya menjadi pertimbangan dalam pembuatan kebijakan pencemaran lingkungan, khususnya pencemaran kualitas udara.
Sepuluh persen dari populasi dunia adalah anak-anak berusia di bawah lima tahun. Namun, menurut World Health Organization (WHO) anak-anak menanggung 40 persen beban penyakit yang disebabkan dari pencemaran lingkungan.
Polutan udara seperti PM 2,5, PAH, nitrogen dioksida, dan karbon dioksida merupakan ancaman yang berbahaya bagi anak-anak. Namun, para pembuat kebijakan tidak pernah memberikan perhatian terhadap efek yang didapat anak-anak saat mengevaluasi pengurangan bahan bakar fosil yang menyebabkan pencemaran lingkungan.
“Hal ini berpengaruh kepada anak-anak bahkan sebelum mereka dilahirkan,” ucap Frederica Perera.
Sebagai pembanding, Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) Amerikas Serikat dan institusi-instusi pemerintah pembuat kebijakan lingkungan seperti WHO dan Institut Pengawasan Kesehatan Publik Prancis, hanya menggunakan parameter kesehatan dan ekonomi terhadap kebijakan dari pencemaran kualitas udara.
Berita Terkait
Terpopuler
- Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Praktisi Hukum Minta Publik Berhati-hati
- Prabowo Dikabarkan Kirim Surat ke DPR untuk Ganti Kapolri Listyo Sigit
- Tutorial Bikin Foto di Lift Jadi Realistis Pakai Gemini AI yang Viral, Prompt Siap Pakai
- 5 Fakta Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Publik Penasaran!
- Profil Komjen Suyudi Ario Seto, Calon Pengganti Kapolri Listyo Sigit Prabowo?
Pilihan
-
Perang Tahta Sneakers Putih: Duel Abadi Adidas Superstar vs Stan Smith. Siapa Rajanya?
-
Viral Taiwan Resmi Larang Indomie Soto Banjar Usai Temukan Kandungan Berbahaya
-
Ketika Politik dan Ekonomi Turut Membakar Rivalitas Juventus vs Inter Milan
-
Adu Kekayaan Komjen Suyudi Ario Seto dan Komjen Dedi Prasetyo, 2 Calon Kapolri Baru Pilihan Prabowo
-
5 Transfer Pemain yang Tak Pernah Diduga Tapi Terjadi di Indonesia
Terkini
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan
-
5 Rekomendasi Obat Cacing yang Aman untuk Anak dan Orang Dewasa, Bisa Dibeli di Apotek
-
Sering Diabaikan, Masalah Pembuluh Darah Otak Ternyata Bisa Dideteksi Dini dengan Teknologi DSA
-
Efikasi 100 Persen, Vaksin Kanker Rusia Apakah Aman?
-
Tahapan Skrining BPJS Kesehatan Via Aplikasi dan Online
-
Rusia Luncurkan Vaksin EnteroMix: Mungkinkah Jadi Era Baru Pengobatan Kanker?