Suara.com - Ditetapkannya peraturan wajib kerja bagi dokter spesialis melalui Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2017, membuat lulusan kedokteran spesialis tak bergeming.
Mau tak mau, mereka harus mengabdi di rumah sakit milik pemerintah pusat atau daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Bahkan, melalui Perpres ini, juga diatur sanksi yang akan dikenakan bagi lulusan kedokteran spesialis yang melanggar.
Disampaikan Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, drg Usman Sumantri, Msc, sanksi ini diberlakukan karena selama ini pemerintah memberikan subsidi untuk membiayai pendidikan dokter spesialis.
"Jadi walaupun peserta mandiri yang bayar sendiri itu ada subsidi pemerintah didalamnya. Apalagi penerima beasiswa atau biaya pendidikan, diharapkan mereka mau mengabdi ke daerah melayani masyarakat," ujar dia pada temu media di Kementerian Kesehatan, Jumat (3/2/2017).
Pada kesempatan yang sama, Dr. dr. Kiki Lukman, M (Med), FCSI, perwakilan Organisasi Profesi dan Kolegium Spesialis Bedah mengatakan bahwa pada dasarnya SPP (sumbangan pembinaan pendidikan) hanya memenuhi 30 persen dari kebutuhan keseluruhan pendidikan, sisanya disubsidi pemerintah.
"Banyak sarana dan pra sarana yang jika dibebankan semua ke peserta didik akan jadi sangat mahal. Bisa saja 100 juta satu semester. Kalau tidak disubsidi pemerintah, ya yang bisa sekolah kedokteran spesialis hanya yang punya duit. Diharapkan biaya pendidikan spesialis bisa sepenuhnya ditanggung pemerintah kedepannya agar mereka benar-benar mau mengabdi untuk negara," tambah dia.
Ditambahkan dr Nurdadi Saleh, SpOG dari perwakilan Organisasi Profesi dan Kolegium Obstetri dan Ginekologi, dokter spesialis yang tak mau mengabdi bisa dikenakan sanksi tidak dikeluarkannya surat tanda registrasi (STR), yang artinya dokter tidak bisa praktik.
"Seorang dokter, setelah lulus ada prosedur yang harus dilalui untuk praktek yaitu melakukan pengurusan surat tanda registrasi, ijasah profesi, ijasah kolegium dan rekomendasi profesi. Ketika seseorang tidak bersedia ikut wajib kerja ini, maka sanksi yang akan kita berikan adalah tidak keluarnya surat tanda registrasi yang artinya dokter tidak bisa praktik," ujar dr Nurdadi.
Baca Juga: Mengulik Asus ZenFone 3 MAX (ZC553KL)
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
Pilihan
-
Heboh! Rekening Nasabah Bobol Rp70 Miliar di BCA, OJK dan SRO Turun Tangan, Perketat Aturan!
-
Emiten Sejahtera Bintang Abadi Textile Pailit, Sahamnya Dimiliki BUMN
-
Jaminan Laga Seru! Ini Link Live Streaming Bayern Munchen vs Chelsea
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
Terkini
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan