Suara.com - Dalam sebuah studi dikatakan bahwa kucing yang membawa parasit dapat mengubah otak dan perilaku manusia. Fenomena ini kadang disebut sebagai 'Crazy Cat Lady Syndrome' atau sindrom wanita kucing gila.
Tapi dalam penelitian terbaru, para pecinta kucing bisa bernafas lega. Pasalnya, sebuah studi yang diterbitkan dalam Psychological Medicine saat ini telah menolak studi sebelumnya.
Sejumlah penelitian sebelumnya mengatakan bahwa kucing yang membawa parasit, membuat pemiliknya memiliki risiko lebih besar untuk terjangkit gejala psikotik atau gila. Karena kucing biasanya telah membawa toxoplasma gondii atau parasit yang dikaitkan dengan skizofrenia dan halusinasi.
Sebuah tim ahli epidemiologi dari University College London, mencoba menguji teori dengan menganalisis data dari Avon Longitudinal Study of Parents and Children (ALSPAC) dan mendata anak yang lahir pada 1991 dan 1992, sampai mereka berusia 18 tahun.
Untuk studi ini, peneliti secara khusus fokus pada peserta dengan data lengkap tentang pengalaman psikotik pada awal masa remaja, ketika mereka masih berusia 13 tahun (6705 total partisipan) dan pada akhir masa remaja pada usia 18 (4676 total partisipan).
Dari kuesioner yang diisi oleh ibu peserta, peneliti mengumpulkan informasi tentang paparan anak-anak pada kucing ketika mereka masih dalam kandungan dan berusia 47 bulan dan pada usia 10 tahun.
Infeksi toksoplasma gondii sendiri diperkirakan berisiko sangat tinggi pada perkembangan saraf saat masa-masa awal hidup.
Mereka juga memperhitungkan variabel lain, seperti status perkawinan ibu dalam kehamilan dan perpindahan saat anak masih di bawah usia empat tahun.
Pada akhirnya, penelitian ini tidak menemukan adanya bukti bahwa kepemilikan kucing selama kehamilan atau saat tumbuh dewasa dikaitkan dengan timbulnya gejala psikotik di kemudian hari.
Baca Juga: Sony Luncurkan Kartu SD Tercepat
Ada sejumlah alasan mengapa hasil penelitian mereka berbeda dari studi sebelumnya.
"Studi kami didasarkan pada [pengalaman psikotik] awal dan akhir masa remaja, tidak seperti penelitian lain yang berdasarkan diagnosis klinis skizofrenia," tulis mereka.
Penelitian sebelumnya juga memiliki ukuran sampel yang lebih kecil. Hal tersebut diduga terjadi karena keterbatasan metodologis.
"Kami tentu ingin tahu tentang buruknya kualitas ilmu pengetahuan sampai sekarang dan hubungan antara kepemilikan kucing serta kasus psikotik," kata Francesca Solmin, ahli epidemiologi psikiatri dan penulis utama studi tersebut, dikutip dari Broadlycom. [Risna Halidi]
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan