Suara.com - Tren penyakit di Indonesia mengalami pergeseran dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular belakangan ini. Penyebabnya adalah gaya hidup tak sehat seperti pola konsumsi tinggi garam, lemak dan gula yang disertai dengan kurangnya aktivitas fisik.
Melihat fenomena ini, peneliti Ir. Helda Khusun dari Southeast Asian Ministries of Education Organization (SEAMEO-REFCON), melakukan survei pola konsumsi masyarakat perkotaan di Jakarta Timur, Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan.
Hasil survei menunjukkan bahwa 77.4 persen masyarakat perkotaan sering mengonsumsi minuman berperisa manis. Definisi sering, menurut Helda, merujuk pada kebiasaan konsumsi diatas 13 kali dalam sebulan.
Ini artinya, masyarakat perkotaan mengonsumsi minuman berperisa manis minimal tiga kali dalam seminggu.
"Minuman berperisa manis non susu bisa didapat dari es teh, jus buah, kopi, teh kemasan, jus kemasan, minuman berenergi dan lainnya. Minuman berperisa manis non susu mengandung gula tambahan yang diatas jumlah yang direkomendasikan yakni 12 gram per hari," ujar Helda pada temu media yang dihelat Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) cabang DKI Jakarta, Rabu (15/3/2017).
Ia menambahkan, dari 864 responden yang dianalisis, 12.6 persen di antaranya mengaku mengonsumsi gula tambahan sebanyak 50 gram sehari, sedangkan 36.1 persen lainnya mengonsumsi gula 25 gram sehari.
Konsumsi gula yang tinggi minuman manis ini, tambah Helda, menyumbang asupan kalori sebanyak 6.5 persen. Meski terbilang kecil dibanding asupan kalori dari karbohidrat yakni sebesar 51.4 persen, lemak 34.2 persen, dan protein sebesar 14.5 persen, konsumsi gula yang berlebih dari minuman manis dapat memicu gangguan metabolik yang mengarah pada obesitas dan penyakit diabetes.
Oleh karena itu, Ketua PDGMI DKI Jakarta, dr. Elvina Karyadi MSc, PhD, SpGK merekomendasikan agar masyarakat memonitor keseimbangan asupan dan keluaran kalori, serta melakukan aktivitas fisik secara rutin.
"Pola konsumsi gula sudah cukup mengkhawatirkan dan harus ditindaklanjuti. Gula bisa berpengaruh ke diabetes. Itulah sebabnya pentingnya gizi seimbang dan menambah kegiatan bergerak seperti berolahraga untuk meningkatkan pembakaran kalori," pungkas dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)