Suara.com - Sebuah video berjudul "lemparan tong sampah maut" yang beredar luas di media sosial kini mengundang banyak perhatian masyarakat. Pasalnya, diduga seorang mahasiswa dengan autisme diganggu secara beramai-ramai oleh teman-temannya di lingkungan kampus tempat korban dan pelaku menuntut ilmu.
Hal tersebut tidak hanya membuat banyak masyarakat geram dan mengutuk tindakan tak manusiawi itu. Dilihat dari segi psikologis, seorang psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia, Mellissa Grace, M.Psi., menyayangkan kejadian tersebut dan melihat fenomena bullying sudah semakin parah dan berbahaya.
"Ini harus segera dihentikan. Tetapi bukan hanya pada anak berkebutuhan khusus saja. Bahwa pada anak dengan perkembangan normal pun, sering kita temukan berita-berita tentang bullying, dan bahkan cerita-cerita sampai (korban) meninggal dunia," kata Mellissa kepada Suara.com.
Kasus tersebut menurut Mellissa, semakin rumit karena korban perundungan adalah seorang anak dengan kebutuhan khusus, di mana korban akan kesulitan menyampaikan masalah kepada orang terdekat atau bahkan sekadar melampiaskan rasa kesal.
"Misal anak dengan autisme. Ciri utama anak dengan autisme adalah adanya hambatan komunikasi baik secara verbal maupun non-verbal. Jadi jika anak dengan perkembangan normal di-bully, dia bisa mengadu kepada mamanya, mengadu ke gurunya, dia bisa lawan balik untuk melampiaskan dan mengekspresikan amarahnya," ungkapnya.
Namun, lanjut Mellissa, hal berbeda akan terjadi pada anak dengan autisme yang ketika memiliki rasa kesal dan amarah akan menunjukkan sesuatu dengan cara yang berbeda.
"Sehingga bagi orang-orang yang tidak terbiasa dengan anak-anak dengan kebutuhan khusus, terkesannya akan aneh dan semakin memunculkan niatan orang-orang yang hobi bullying sebagai alasan, yang sebenarnya tidak bisa dibenarkan," lanjut psikolog sekaligus mantan artis cilik tersebut.
Sebagai seorang psikolog, Mellissa melihat pentingnya komitmen dari figur otoritas seperti pihak sekolah, kampus maupun pemerintah untuk menerapkan nol toleransi kepada tindakan-tindakan perundungan.
"Penting adanya tindakan antisipatif dibanding kuratif, jadi jangan menunggu kejadian terlebih dahulu baru melakukan perubahan," tandasnya.
Berita Terkait
-
Cerita Guru Anak Berkebutuhan Khusus, Sabar dan Perjuangan Ekstra
-
Kisah Ibu Penuh Kesabaran Bimbing Putri Berkebutuhan Khusus
-
Mahasiswa Kebutuhan Khusus Gundar Di-Bully, Kemensos Turun Tangan
-
Bully Mahasiswa Gundar Berkebutuhan Khusus, Apa Kata Psikolog?
-
Pelaku Bulling Mahasiswa Gundar Berkebutuhan Khusus Minta Maaf
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan
-
Fenomena Sadfishing di Media Sosial, Bagaimana Cara Mengatasinya?
-
5 Kesalahan Umum Saat Memilih Lagu untuk Anak (dan Cara Benarnya)
-
Heartology Cetak Sejarah: Operasi Jantung Kompleks Tanpa Belah Dada Pertama di Indonesia