Para ilmuwan yang dipimpin oleh seorang peneliti asal India, telah menemukan bahwa komponen aktif yang ditemukan pada tebu dan produk alami lainnya dapat mengurangi stres dan membantu seseorang untuk tidur nyenyak.
Saat ini, pil tidur seringkali memiliki efek samping yang memperparah keadaan.
Kurang tidur biasanya dikaitkan dengan penyakit tertentu termasuk obesitas, penyakit kardiovaskular, depresi, kecemasan, dan lain-lain.
Periset dari Universitas Tsukuba di Jepang menemukan bahwa octacosanol yang terkandung dalam tebu dapat mengurangi stres dan mengembalikan tidur yang para penderita stres untuk kembali normal.
Octacosanol berlimpah hadir dalam berbagai makanan sehari-hari seperti tebu yang ada pada lapisan keputihan tipis di permukaan, dedak padi, minyak biji gandum, juga lilin lebah.
Ekstrak kasarnya yaitu policosanol, di mana oktacosanol merupakan penyusun utama. Policosanol dan octacosanol telah digunakan manusia untuk berbagai kondisi medis lainnya.
Tim yang dipimpin oleh Mahesh K Kaushik, menemukan bahwa Octacosanol dapat menurunkan kadar kortikosteron dalam plasma darah, yang merupakan penanda stres. Tikus yang diberi oktacosanol juga menunjukkan tidur dengan normal, yang sebelumnya terganggu karena stres.
Oleh karena itu, tim tersebut mengklaim bahwa octacosanol dapat mengurangi stres pada tikus dan mengembalikan waktu tidur pada tikus.
Tidur yang disebabkan oleh oktacosanol mirip dengan tidur alami dan sifat fisiologis. Namun, penulis juga mengklaim bahwa oktacosanol tidak mempengaruhi tidur pada hewan normal.
Ini berarti, tebu berpotensi dapat dimanfaatkan untuk terapi insomnia yang disebabkan oleh stres, kata periset.
Octacosanol dapat dianggap aman untuk digunakan manusia sebagai terapi karena merupakan senyawa berbasis makanan dan diyakini tidak menunjukkan efek samping.
"Penelitian selanjutnya mencakup identifikasi area otak sasaran octacosanol, permeabilitas BBB-nya, dan mekanisme dimana octacosanol menurunkan tekanan," kata Kaushik.
Suara.com - Penelitian ini sendiri dipublikasikan dalam jurnal Scientific Reports.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru
-
BPOM: Apotek Jangan Asal Berikan Antibiotik ke Pembeli, Bahaya Level Global
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis