Suara.com - Maraknya penggunaan sosial media saat ini tak hanya menimbulkan manfaat positif bagi kehidupan, tapi juga bisa menimbulkan masalah baru yang sulit untuk dibendung para penggunanya.
Data UNICEF 2016 menyebutkan bahwa penggunaan sosial media atau internet saat ini, sebanyak 41-50 persen remaja Indonesia berusia 13-15 tahun pernah mengalami tindakan cyberbullying.
Menurut Penggerak Komunitas Into The Light, Iqbal Mahesa, beberapa tindakan yang dilakukan terkait hal ini pun sangat beragam, seperti doxing (mempublikasikan data personal orang lain), cyber stalking (penguntitan di dunia maya yang berujung penguntitan di dunia nyata), revenge porn (penyebaran foto atau video yang dibarengi tindakan intimidasi dan pemerasan) dan masih banyak lagi.
Berbeda dari tindakan bullying tradisional, lanjut dia, pelaku cyberbullying sangat sulit terlacak. Kebanyakan terjadi, kata Iqbal, dalam bentuk verbal dan visual, seperti bentuk komentar penyebaran rumor, olok-olok, ejekan hingga penjebolan akun sosial media.
"Cyberbullying bisa muncul di mana saja. Kalau bullying tradisional hanya ada di tempat tertentu seperti di sekolah, saat kembali ke rumah mereka punya ruang aman. Tapi cyberbullying bisa muncul 24 jam di manapun, kapanpun sehingga tidak ada ruang aman bagi korban," jelas dia dalam acara kampanye #BalasYangBaik bersama Campaign.com di Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Inilah yang membuat korban cyberbullying mengalami dampak yang lebih parah daripada bullying tradisional. Iqbal mengungkap dampak akibat cyberbullying ada dua. Pertama, yakni si korban mengalami penurunan performa akademis, seperti nilai atau IPK jatuh.
Kedua, mereka kerap melakukan perilaku berisiko, seperti menggunakan narkoba, kebut-kebutan di jalan yang akan berujung pada tindakan bunuh diri. "Banyak orang yang bunuh diri setelah kejadian cyberbullying. Ini sangat sulit dihadapi," ujar dia.
Parahnya, menurut Iqbal, kebanyakan respon orang ketiga, seperti orangtua dan guru, yang bisa menjadi tempat mengadu, tidak siap untuk menghadapi bullying di dunia maya ini. Sehingga, anak-anak akan lebih mengalami depresi.
"Kalau bullying tradisional, di sekolah ada guru BK. Kalau cyberbullying sulit meresponnya. Mau mencari pun sulit. Ini yang menyebabkan luka yang lebih parah pada mereka," ujar dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Solusi Menkeu Baru Soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Bikin Ekonomi Ngebut Biar Rakyat Sibuk Cari Makan Enak
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Dari 'Sepupu Raisa' Jadi Bintang Podcast: Kenalan Sama Duo Kocak Mario Caesar dan Niky Putra
-
CORE Indonesia: Sri Mulyani Disayang Pasar, Purbaya Punya PR Berat
-
Sri Mulyani Menteri Terbaik Dunia yang 'Dibuang' Prabowo
Terkini
-
Surfing Jadi Jalan Perempuan Temukan Keberanian dan Healing di Laut
-
Bayi Rewel Bikin Stres? Rahasia Tidur Nyenyak dengan Aromaterapi Lavender dan Chamomile!
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!
-
HPV Masih Jadi Ancaman, Kini Ada Vaksin Generasi Baru dengan Perlindungan Lebih Luas
-
Resistensi Antimikroba Ancam Pasien, Penggunaan Antibiotik Harus Lebih Cerdas
-
Ini Alasan Kenapa Donor Darah Tetap Relevan di Era Modern
-
Dari Kegelapan Menuju Cahaya: Bagaimana Operasi Katarak Gratis Mengubah Hidup Pasien
-
Jangan Sepelekan, Mulut Terbuka Saat Tidur pada Anak Bisa Jadi Tanda Masalah Kesehatan Serius!
-
Obat Sakit Gigi Pakai Getah Daun Jarak, Mitos atau Fakta?