Suara.com - Kehamilan adalah salah satu hal yang sangat diharapkan oleh banyak perempuan setelah menikah. Momen ini selalu disambut dengan suka cita dan kebahagiaan, baik bagi pasangan maupun orang-orang di sekeliling mereka.
Sayangnya saat hamil, berbagai kondisi mulai dari perubahan hormon, fisik seperti sakit pinggang, mudah gerah, sesak napas dan perubahan lainnya yang membuat emosi ibu hamil (bumil) menjadi naik turun, menjadi mudah kesal, marah atau sedih.
Padahal, kata Psikolog Klinis Anak, Anastasia Satriyo, kondisi psikologis bumil, sangat berpengaruh pada kestabilan emosional bayi, walau masih berada di dalam kandungan.
"Selama masa kehamilan, selain apa yang ibu makan, apa yang ibu rasakan dan apa yang ibu pikirkan juga akan mempengaruhi bayinya. Semakin ibunya happy anaknya ikut happy. Apalagi kalau kita kesel atau marah, mereka juga akan merasa," ujar dia dalam acara Kampanye #Senangnyajadiibu bersama Mothercare Indonesia, di Jakarta, Kamis (14/12/2017).
Melihat emosi yang kadang tak stabil inilah, kata psikolog yang akrab disapa Anas, perlu bagi ibu untuk tidak hanya mempersiapkan fisik selama kehamilan tapi juga mental.
Ia mengatakan, bumil perlu mengetahui kapasitas dirinya sendiri. Misalnya, lanjut Anas, ada bumil yang lebih nyaman ketika beraktivitas, tapi ada pula yang lebih senang untuk di rumah tidak melakukan banyak aktivitas.
Selain itu, ada pula yang senang bertemu banyak orang yang senang suasana yang sepi.
Sebaiknya kata dia, ikuti apa keininan diri yang membuat bumil lebih bahagia dan merasa nyaman. Jika memaksakan, kata dia, emosi yang negatif akan mudah terpancing.
"Kalau udah moody atau kesel, sebenenya kuncinya peduli sama diri kita. Kalau udah merasa ada suasana yang bikin kesal, ya uda kita taking care buat kita happy, misalnya yoga, pilates, belanja atau menikmati baby moon, nggak usah jauh-jauh yang penting bikin kita happy apapun caranya," ujar dia.
Jika hal ini dilakukan, tentu akan berpengaruh pada kondisi bayi dan anak yang akan dilahirkan. Di mana, lanjut dia, anak yang lahir dan diasuh pada lingkungan yang bahagia dan berkebutuhan baik, tentu cenderung lebih ceria dan mudah bersosialisasi di dalam masyarakat nantinya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
Terkini
-
Fakta Super Flu, Dipicu Virus Influenza A H3N2 'Meledak' Jangkit Jutaan Orang
-
Gigi Goyang Saat Dewasa? Waspada! Ini Bukan Sekadar Tanda Biasa, Tapi Peringatan Serius dari Tubuh
-
Bali Menguat sebagai Pusat Wellness Asia, Standar Global Kesehatan Kian Jadi Kebutuhan
-
Susu Creamy Ala Hokkaido Tanpa Drama Perut: Solusi Nikmat buat yang Intoleransi Laktosa
-
Tak Melambat di Usia Lanjut, Rahasia The Siu Siu yang Tetap Aktif dan Bergerak
-
Rahasia Sendi Kuat di Usia Muda: Ini Nutrisi Wajib yang Perlu Dikonsumsi Sekarang
-
Ketika Anak Muda Jadi Garda Depan Pencegahan Penyakit Tak Menular
-
GTM pada Anak Tak Boleh Dianggap Sepele, Ini Langkah Orang Tua untuk Membantu Nafsu Makan
-
Waspada! Pria Alami Sperma Kosong hingga Sulit Punya Buat Hati, Dokter Ungkap Sebabnya
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit