Suara.com - Pada abad ke-19, ketika Belanda menguasai wilayah yang sekarang menjadi negara Indonesia, mereka menemui beberapa fenomena aneh seperti amuk, latah, dan koro (sindrom penis mengecil).
Mereka penasaran dan heran, kemudian mengajukan penjelasan bahwa fenomena-fenomena tersebut merupakan sindrom psikiatris yang spesifik untuk budaya lokal tertentu. Amuk dipahami sebagai luapan amarah yang tak tertahankan sementara latah sebagai refleks terkejut yang berlebihan. Budaya-budaya Indonesia memodifikasi dan menafsirkan fenomena ini dengan cara lokal yang spesifik.
Dari ketiga sindrom ini, koro paling tidak dikenal, karena kebanyakan kejadiannya hanya terjadi di Sulawesi Selatan. Dalam budaya medis orang-orang Bugis dan Makassar kata koroq memiliki arti penis yang mengecil, atau mengerut ke dalam, tapi orang Belanda tidak percaya itu sungguh-sungguh terjadi.
Sementara orang Belanda tahu bahwa penis bisa mengerut jika terpapar suhu dingin, mereka tidak menerima bahwa penis bisa mengerut karena penyebab lain. Mereka mengadopsi kata koroq, dengan membuang akhiran glotal di akhir kata tersebut, menjadi koro. Mereka mendefinisikannya sebagai kondisi delusional di mana pasien percaya bahwa penis mereka mengecil padahal tidak. Ini menjadi pandangan dominan di literatur internasional dan terdapat di teks-teks psikiatri utama di seluruh dunia.
Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD), yang disusun oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), didasarkan pada biologi manusia yang universal dan bukan berdasarkan budaya. Maka, sindrom aneh yang terjadi di satu tempat saja menurut budaya terdaftar khusus di lampiran di luar klasifikasi utama.
Delusi atau efek kecemasan?
Pada 1985, psikiater dari Amerika Ronald Simons menjelaskan bahwa pada koro, mengerutnya penis merupakan refleks untuk melindungi dalam situasi lari-atau-kelahi (fight-or-flight).
Mengecilnya penis umum terjadi dalam keadaan cemas. Ini dapat menjadi serangan panik besar dan menyebabkan penis mengerut ke dalam secara ekstrem, karena semakin cemas mereka penis akan semakin mengerut. Mengecilnya penis menyebabkan kecemasan, dan kecemasan tersebut membuat penis semakin mengerut, dan seterusnya.
Mengecilnya penis sebagai refleks protektif melindungi penis dari luka ditemukan dalam situasi lari-atau-kelahi pada binatang. Dalam model yang Simons ajukan refleks ini masih terjadi secara parsial pada manusia.
Teori dari Simons memberikan penjelasan universal untuk koro secara biologis bukannya penjelasan budaya yang spesifik. Namun, argumen ini belum diterima secara luas. Definisi koro sebagai sejenis gangguan delusional masih diterima secara luas dalam literatur internasional.
Di Indonesia, koro ditangani oleh tabib tradisional, yaitu dukun, yang kebanyakan merupakan warga desa dengan tingkat pendidikan sekolah umum yang rendah.
Para dukun ini jelas tidak membaca literatur internasional dan dengan cara sederhana mengikuti metode penyembuhan yang diturunkan melalui tradisi oral. Bukti yang ada menunjukkan bahwa praktik para tabib tradisional ini lebih cocok masuk ke dalam model serangan panik yang diajukan Simons ketimbang konsep bahwa koro adalah gangguan delusional.
Ketika seorang pasien datang dalam keadaan panik dan mengatakan bahwa penisnya mengecil, sang dukun menerima keluhan ini apa adanya. Dia akan memberikan perawatannya, dan menghilangkan rasa panik yang memungkinkan penis yang mengerut kembali ke kondisi normal.
Jika koro dipahami sebagai serangan panik, pemulihan yang terjadi tidak mengherankan. Serangan panik umumnya meningkat hingga suatu titik puncak dan kemudian dengan cepat menurun, sehingga sang dukun sebenarnya hanya membantu memberikan perawatan yang alamiah.
Di mana lagi di Indonesia?
Berita Terkait
-
Air Doa jadi Modus, ABG di Bandung Dicabuli Dukun Dalih Ritual Sembuhkan Penyakit
-
Aksi Sadis Residivis Nyamar Dukun Penggada Uang di Pemalang: Bunuh Pasutri Pakai Sianida!
-
Kulit Penis Kering? Kenali 5 Penyebab dan Solusinya
-
Penis Pria Paruh Baya Bengkok dan Memar Usai Berhubungan Seks, Ini Penjelasan Dokter
-
Viral Warga Palembang Tertipu Dukun Uang Gaib hingga Rp110 Juta
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
Terkini
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia