Suara.com - Anemia adalah kondisi ketika jumlah sel darah merah atau konsentrasi pengangkut oksigen dalam darah (Hb) tidak mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh, dan secara umum, anemia dapat terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
Sayangnya, banyak orangtua yang tidak menyadari gejala anemia pada anak sehingga terlambat menyadari kehadiran penyakit tersebut.
Gejalanya sendiri bisa berupa kehilangan selera makan, sulit fokus, penurunan sistem kekebalan tubuh dan gangguan perilaku seperti lesu, lemah, letih, lelah, lunglai, serta wajah pucat dan kunang-kunang.
Berdasarkan laporan Anemia Convention pada 2017, prevalensi anemia di Asia Tenggara dan Afrika mencapai 85 persen dengan perempuan dan anak-anak sebagai penderita anemia terbanyak.
Dari angka tersebut, 202 juta perempuan di antaranya berasal dari Asia Tenggara yang berusia 15-49 tahun.
Secara global, diperkirakan ada 41,8 persen perempuan hamil dan hampir 600 juta anak usia prasekolah dan usia sekolah yang menderita anemia di mana 60 persen di antaranya disebabkan oleh kekurangan zat besi.
"Anemia Defisiensi Besi (ADB) pada ibu hamil meningkatkan risiko terjadinya perdarahan, pre-eklamsia, dan infeksi. Ibu hamil yang menderita ADB juga berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah, bayi dengan anemia ataupun kekurangan zat besi, bahkan kematian pada bayi," kata seorang Ginekolog dari Filipina, Corazon Zaida N. Gamila, M.D., FPOGS yang hadir dalam acara Merck Pediatric Forum 2018 di Jakarta, Minggu, (22/7/2018).
Senada dengan Corazon Zaida, Dr. Murti Andriastuti Sp.A(K) selaku Ketua Satuan Tugas Anemia Defisiensi Besi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang juga hadir dalam acara Merck Pediatric Forum 2018 menjelaskan bahwa Anemia Defisiensi Besi atau ADB merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi pada anak-anak.
"Komplikasi jangka panjang ADB dapat meliputi gangguan sistem kardiovaskular, sistem imun, gangguan perkembangan, psikomotor serta kognitif," jelasnya.
Baca Juga: Ini yang Bikin Iis Dahlia Selalu Judes saat Jadi Juri
Anemia itu sendiri, kata Corazon, dapat disembuhkan, namun komplikasi yang timbul dapat bersifat permanen dan tidak dapat diperbaiki. Untuk itu pemberian suplementasi zat besi, lanjut dia, sebaiknya dilakukan sejak dini, sebelum defisiensi besi pada anak menjadi anemia defisiensi besi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Jangan Tunggu Dewasa, Ajak Anak Pahami Aturan Lalu Lintas Sejak Sekarang!
-
Menjaga Kemurnian Air di Rumah, Kunci Hidup Sehat yang Sering Terlupa
-
Timbangan Bukan Segalanya: Rahasia di Balik Tubuh Bugar Tanpa Obsesi Angka
-
Terobosan Baru Atasi Kebutaan: Obat Faricimab Kurangi Suntikan Mata Hingga 75%!
-
5 Pilihan Obat Batu Ginjal Berbahan Herbal, Aman untuk Kesehatan Ginjal dan Ampuh
-
Catat Prestasi, Tiga Tahun Beruntun REJURAN Indonesia Jadi Top Global Distributor
-
Mengenal UKA, Solusi Canggih Atasi Nyeri Lutut dengan Luka Minimal
-
Indonesia di Ambang Krisis Dengue: Bisakah Zero Kematian Tercapai di 2030?
-
Sakit dan Trauma Akibat Infus Gagal? USG Jadi Solusi Aman Akses Pembuluh Darah!
-
Dokter Ungkap Fakta Mengejutkan soal Infertilitas Pria dan Solusinya