Suara.com - Jujur saja, pernahkah Anda merasa ogah-ogahan, takut, dan cemas saat datang ke acara keluarga seperti arisan? Hati-hati, bisa jadi Anda mengalami fobia sosial.
Perasaan takut dan cemas karena fobia sosial rentan muncul saat acara keluarga. Salah satu alasannya adalah todongan pertanyaan personal yang tidak nyaman seperti, kapan menikah, sudah punya anak, dan lain-lain.
Dilansir Bustle, perasaan takut dan cemas tersebut dikenal dengan istilah social anxiety, yang artinya gangguan kecemasan sosial atau yang biasa dikenal dengan fobia sosial.
Sebagai salah satu gangguan jiwa, fobia sosial ternyata telah menjadi masalah mental ketiga terbesar yang dialami oleh masyarakat di Amerika Serikat.
Dijelaskan Direktur Klinis New Method Wellness, DeAnna Jordan, fobia sosial berupa rasa takut dan cemas di kerumunan umum terjadi pada orang berkepribadian introvert. Salah satu alasan munculnya fobia sosial adalah ketakutan masa lalu atau pemikiran yang terdistorsi tentang apa yang dipikirkan orang lain.
"Perasaan negatif akan dinilai, dikritik, atau dilihat oleh orang lain dan bersifat persisten serta mengganggu kehidupan, baik secara akademis, profesional, dan sosial," kata Jordan.
Jordan juga menambahkan bahwa rasa takut dan cemas karena fobia sosial tidak dapat dihilangkan dengan mudah. Beberapa mengalami apa yang disebut serangan panik, yang bisa membutuhkan bantuan darurat.
Lebih lanjut, The National Institute of Mental Health (NIMH) menjelaskan bahwa fobia sosial dapat melampaui rasa malu. Hal tersebut ditandai dengan rasa takut yang besar akan dihakimi oleh orang lain, hingga menghindar dari orang lain.
Bila fobia sosial terjadi, Anda hanya harus bersikap tenang. Dan bila tidak bisa dikendalikan, satu-satunya hal yang harus Anda lakukan adalah keluar dari kerumunan hingga raca cemas dan takut hilang.
Baca Juga: Anda Fobia Dokter Gigi ? Ini Penyebab dan Cara Mengatasinya
Jika rasa cemas dan takut karena fobia sosial sudah mengganggu kehidupan sehari-hari Anda, jangan ragu untuk meminta bantuan profesional seperti psikolog atau psikiater ya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Keberlanjutan Makin Krusial dalam Layanan Kesehatan Modern, Mengapa?
-
Indonesia Kini Punya Pusat Bedah Robotik Pertama, Tawarkan Bedah Presisi dan Pemulihan Cepat
-
Pertama di Indonesia, Operasi Ligamen Artifisial untuk Pasien Cedera Lutut
-
Inovasi Terapi Kanker Kian Maju, Deteksi Dini dan Pengobatan Personal Jadi Kunci
-
Gaya Bermain Neymar Jr Jadi Inspirasi Sepatu Bola Generasi Baru
-
Menopause dan Risiko Demensia: Perubahan Hormon yang Tak Bisa Diabaikan
-
Penelitian Ungkap Mikroplastik Memperparah Penyempitan Pembuluh Darah: Kok Bisa?
-
Lari Sambil Menjelajah Kota, JEKATE Running Series 2025 Resmi Digelar
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa