Suara.com - Cukai Rokok Naik, Kemenkes Harap Jumlah Perokok Anak dan Remaja Berkurang
Pemerintah Republik Indonesia secara resmi mengeluarkan kebijakan menaikkan tarif cukai hasil tembakau sebesar 23 persen pada awal tahun 2020 mendatang.
Dampak dari kenaikan cukai tersebut, menurut Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEB UI, Dr Abdillah Ahsan, SE.M.SE, akan menaikkan harga jual eceran rokok sampai 35 persen.
"Ini cukup positif bisa mengurangi perokok pada anak-anak," kata Abdillah, dalam acara temu media di Gedung Kemenkes, Jakarta Selatan pada Selasa, (17/9/2019).
Hal senada disampaikan oleh Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Anung Sugihantono, M.Kes. Ia mengapresiasi kebijakan tersebut, dan berharap dapat berdampak pada pengurangan jumlah perokok di Indonesia.
"Kemenkes mengapresiasi upaya yang telah dilakukan Kementerian Keuangan. Apalagi mereka juga telah mendapat tekanan dari produsen rokok," katanya.
Saat ditanya apakah kebijakan kenaikkan tarif cukai rokok dapat menurunkan prevalensi perokok di Indonesia, Anung yakin bisa.
"Tapi adalah salah satu bagian untuk mengurangi, jadi bukan satu-satunya. Jadi menurunkan prevalensi perokok pemula bukan hanya menaikkan cukai tapi juga membuat iklim secara utuh hal-hal yang berkaitan dengan kemudahan mendapatkan rokok, edukasi kepada masyarakat bahwa rokok lebih banyak negatifnya dan yang ketiga, pengawasan terhadap hal-hal yang sudah menjadi kebijakan secara umum," tambah Anung.
Berdasarkan perhitungan Cigarette Affordability Index (CAI) pada 2016, harga rokok di Indonesia 1,5 kali lebih terjangkau dibanding tahun 2002.
Baca Juga: Tahun Depan, Pemerintah Naikan Cukai Rokok 23 Persen
Padahal harga rokok yang murah diduga menjadi penyebab meningkatnya prevalensi perokok termasuk angka perokok pemula dari kalangan anak-anak dan remaja.
Rokok juga telah membebani keluarga miskin, meningkatkan stunting, membebani pembangunan kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional, menghambat perbaikan kualitas sumber daya manusia dan mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Sekitar Rp 500 triliun lebih habis untuk rokok. Angka ini jauh lebih besar dari penerimaan cukai kita. Jika cukai SKM (sigaret kretek mesin) naik 35 persen menurut hitung-hitungan kami, pravelensi bisa turun 10 persen dan kenaikan pendapatan sampai 10 persen," tambah Planning and Policy Specialist dari CISDI, Yurdhina Meilissa.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
Terkini
-
Pakar Ungkap Cara Memilih Popok Bayi yang Sesuai dengan Fase Pertumbuhannya
-
Waspada Super Flu Subclade K, Siapa Kelompok Paling Rentan? Ini Kata Ahli
-
Asam Urat Bisa Datang Diam-Diam, Ini Manfaat Susu Kambing Etawa untuk Pencegahan
-
Kesehatan Gigi Keluarga, Investasi Kecil dengan Dampak Besar
-
Fakta Super Flu, Dipicu Virus Influenza A H3N2 'Meledak' Jangkit Jutaan Orang
-
Gigi Goyang Saat Dewasa? Waspada! Ini Bukan Sekadar Tanda Biasa, Tapi Peringatan Serius dari Tubuh
-
Bali Menguat sebagai Pusat Wellness Asia, Standar Global Kesehatan Kian Jadi Kebutuhan
-
Susu Creamy Ala Hokkaido Tanpa Drama Perut: Solusi Nikmat buat yang Intoleransi Laktosa
-
Tak Melambat di Usia Lanjut, Rahasia The Siu Siu yang Tetap Aktif dan Bergerak
-
Rahasia Sendi Kuat di Usia Muda: Ini Nutrisi Wajib yang Perlu Dikonsumsi Sekarang