Suara.com - Sindrom down atau lebih dikenal down syndrome adalah kelainan genetik yang membuat anak yang menderitanya memiliki tingkat kecerdasan rendah, dibarengi dengan tanda fisik yang khas.
Belum diketahui secara pasti apa penyebab anak menderita down syndrome, selain adanya kelainan genetik pada orang tua. Tapi mirisnya, anak-anak ini juga memiliki risiko 50 persen menderita kelainan jantung.
"Jadi ada 50 down syndrome, 50 persennya ada penyakit jantung bawaan," ujar Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, Prof. Dr. Ganesja M. Harimurti, Sp. Jp di RS Siloam, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Selasa (30/9/2019).
Karena tingginya risiko itu, maka para orang tua yang memiliki anak down syndrome harus segera memeriksakan anaknya ke dokter untuk dilihat kesehatan jantungnya. Belum lagi penelitian menyebut 8 dari 1000 anak yang lahir sudah memiliki penyakit jantung bawaan.
"Jadi, semua anak dengan down syndrome harus diperiksa kesehatan jantungnya. Mirisnya, ditemukan 8 dari 1000 anak lahir dengan (penyakit) jantung bawaan," tutur Prof. Ganesja.
Ahli jantung yang berpraktik di poliklinik jantung RS Siloam ini mengingatkan banyak orang untuk peduli terhadap tanda-tanda dan gejala anak dengan penyakit jantung bawaan sehinga bisa meminimal risiko sejak dini. Salah satunya dengan melihat berat badan anak.
"Ya itu (tandanya) tumbuh kembangnya kurang. Jadi anak yang sama-sama umur 1 tahun, dia cuma 5 kilo, sedangkan harusnya berat badannya 8 kilo," ungkapnya.
Cara mudah menghitung berat badan anak apakah masuk kategori normal atau tidak, Anda cukup mengingat bahwa anak berusia 1 tahun harus memiliki berat badan tiga kali berat badan saat si anak lahir. Kemudian, berat badan bertambah 2 kilogram setiap tahunnya. Jika kurang dari itu, maka patut dicurigai anak menderita penyakit jantung bawaan.
Selain berat badan, bisa juga dilihat dari cara dia meminum susu atau ASI pada ibunya. Anak normal biasanya menyusu terus menerus dalam satu tarikan selama beberapa menit. Sedangkan dengan anak penyakit jantung bawaan, mereka terlihat lelah saat menyusui dan terengah-engah.
Baca Juga: Bayi Prematur Berisiko Alami Penyakit Jantung Bawaan, Ini Alasannya
"Sering batuk panas, gangguan tumbuh kembang, gangguan makan, dan gangguan menyusu. Kalau normal kan mengisap 10 menit berhenti, kalau ini enggak, nyedot-berhenti, nyedot-berhenti, kaya capek, sering batuk panas nanti," tutupnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan