Suara.com - Tiba-tiba Jadi Pendiam, Bisa Jadi Gejala Depresi yang Tak Terlihat
Sifat pendiam bisa dimiliki siapa saja. Namun dokter jiwa mengingatkan, orang yang tiba-tiba jadi pendiam tanpa sebab, bisa jadi mengalami depresi.
Sekretaris Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, dr. Agung Prijanto SpKJ, mengatakan penting bagi masyarakat untuk selalu waspada terhadap risiko depresi.
Ia bahkan menyinggung mengenai depresi yang dapat membuat seseorang menjadi sosok yang pendiam. Kata Agung, hal tersebut akan sangat berbahaya karena depresi yang dialami, kerap luput dari deteksi.
"Salah satu gejala depresi itu awalnya dia akan banyak diam, sedih. Ada tiga (indikator) yaitu gangguan dari afeknya atau moodnya, kemudian gangguan pada isi fikirannya, kognitifnya dan gangguan pada perilakunya," kata Agung saat ditemui media di Gedung Kementerian Kesehatan, di Jakarta pada Senin, (7/10/2019).
Depresi, lanjut Agung, dapat membuat seseorang memiliki minat rendah pada apapun sehingga ia akan lebih banyak diam.
"Nah ini yang harus kita, keluarga atau guru, sadari. Jangan sampai siswanya atau anaknya yang tiba-tiba diam itu malah didiamkan. Kebanyakan kan dia malah di kamar, main sama media sosial, menulis di status, curhat di wall Facebook, orangtua tenang-tenang saja padahal di dalam kamar itu dia melakukan hal-hal yang harus segera ditangani," tambahnya.
Depresi sendiri merupakan suatu kondisi medis berupa perasaan sedih yang berdampak negatif terhadap pikiran, tindakan, perasaan, dan kesehatan jiwa seseorang.
Sementara menurut siaran Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kesehatan jiwa adalah kondisi di mana seorang individu dapat berkembang secara fisik, metal, spritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU No. 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa).
Baca Juga: Bukan Pendiam, 4 Zodiak Ini Cuma Hati-Hati saat Bicara
Prevalensi masalah dan gangguan kesehatan jiwa di Indonesia, yaitu gangguan mental emosional (GME) adalah sebesar 9,8 persen dari total penduduk berusia >15 tahun (Riskesdas 2018)
prevalensi ini menunjukkan peningkatan dari Riskesdas 2013 di mana prevalensi GME sebesar 6 persen. Tingginya angka ini menyebabkan tingginya beban kesehatan dan rendahnya kualitas dan produktivitas SDM.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
- 8 Mobil Kecil Bekas Terkenal Irit BBM dan Nyaman, Terbaik buat Harian
- 7 Rekomendasi Parfum Lokal Aroma Citrus yang Segar, Tahan Lama dan Anti Bau Keringat
- 5 Rekomendasi Moisturizer Korea untuk Mencerahkan Wajah, Bisa Bantu Atasi Flek Hitam
Pilihan
-
Berapa Gaji Zinedine Zidane Jika Latih Timnas Indonesia?
-
Breaking News! Bahrain Batalkan Uji Coba Hadapi Timnas Indonesia U-22
-
James Riady Tegaskan Tanah Jusuf Kalla Bukan Milik Lippo, Tapi..
-
6 Tablet Memori 128 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik Pelajar dan Pekerja Multitasking
-
Heboh Merger GrabGoTo, Begini Tanggapan Resmi Danantara dan Pemerintah!
Terkini
-
Kesehatan Perempuan dan Bayi jadi Kunci Masa Depan yang Lebih Terjamin
-
8 Olahraga yang Efektif Menurunkan Berat Badan, Tubuh Jadi Lebih Bugar
-
Cara Efektif Mencegah Stunting dan Wasting Lewat Nutrisi yang Tepat untuk Si Kecil
-
Kisah Pasien Kanker Payudara Menyebar ke Tulang, Pilih Berobat Alternatif Dibanding Kemoterapi
-
Pengobatan Kanker dengan Teknologi Nuklir, Benarkah Lebih Aman dari Kemoterapi?
-
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?
-
Camping Lebih dari Sekadar Liburan, Tapi Cara Ampuh Bentuk Karakter Anak
-
Satu-satunya dari Indonesia, Dokter Ini Kupas Potensi DNA Salmon Rejuran S di Forum Dunia
-
Penyakit Jantung Masih Pembunuh Utama, tapi Banyak Kasus Kini Bisa Ditangani Tanpa Operasi Besar
-
Nggak Sekadar Tinggi Badan, Ini Aspek Penting Tumbuh Kembang Anak