Suara.com - Minyak zaitun selama ini digadang-gadang sebagai minyak sehat karena rendah lemak namun kaya nutrisi. Tapi ternyata, orang Indonesia tidak cocok menggunakan minyak zaitun dalam masakannya. Lho, kenapa?
Hal ini diungkap Prof. Dr. Made Astawan, pakar gizi dari Intitut Pertanian Bogor (IPB) yang menyebut kandungan asam lemak tidak jenuh pada minyak ini mengandung racun saat digunaan berkali-kali.
"Kalau pakai minyak yang tidak banyak asam lemak tidak jenuhnya malah cepat sekali jadi tengik dan toksiknya, jadi itulah kenapa budaya kita tidak cocok menggunakan minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak olive," ujar Prof. Made di Hotel Ashley, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2019).
Prof. Made menyebut karakter orang Indonesia sering menggunakan minyak berkali-kali untuk menggoreng, sehingga mereka memang lebih cocok memakai jenis minyak kelapa sawit yang memiliki kandungan asam lemak jenuh lebih banyak. Jenis minyak ini aman digunakan berkali-kali dengan maksimal 4 kali penggunaan.
"Walaupun dalam praktiknya jarang sekali pedagang kaki lima itu mengganti minyaknya, yang ada malah menambah, jadi tidak diganti. (Tapi) disarankan harus diganti minyaknya, 4 kalilah minimal," tuturnya.
Prof. Made juga mengingatkan, jika tetap ingin menggunakan minyak zaitun berkali-kali, maka yang terjadi adalah lepasnya radikal bebas. Dan itu berbahaya buat kesehatan.
"(Minyak) dipakai menggoreng berkali-kali itu bisa memicu radikal bebas, karena kadar rangkapnya banyak. Rangkapnya banyak dan oksidasi. Kalau asam lemak jenuh pada minyak kelapa sawit biasa itu lebih kuat terhadap serangan oksidasi, karena dia rantai tidak jenuhnya lebih sedikit," paparnya.
Tak hanya itu, gaya hidup orang Indonesia yang lebih menyukai makananan olahan gorengan dengan minyak banyak juga menjadi sebab disarankan tidak memakai minyak zaitun dan minyak kacang-kacangan. Sedangkan cara masak orang luar negeri, cenderung menggunakan minyak yang lebih sedikit, misal menumis.
Baca Juga: Ketahui 5 Manfaat Kesehatan Minyak Zaitun, Bisa Cegah Kanker dan Stroke!
"Kalau di luar negeri, jarang menggoreng. Mereka lebih suka mengganti menggoreng dengan memanggang, atau menggunakan steam, diuap, dikukus, disangrai. Jarang ya, sedikit sekali mereka menggunakan penggorengan, misalnya telur lebih senang gunakan telur rebus dibanding di goreng. Kalau kita senangnya kan telur dadar," tutupnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pecah Bisu Setelah Satu Dekade, Ayu Ting Ting Bongkar Hubungannya dengan Enji Baskoro
- Profil dan Rekam Jejak Alimin Ribut Sujono, Pernah Vonis Mati Sambo dan Kini Gagal Jadi Hakim Agung
- Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
- Ditunjuk Prabowo Reformasi Polri: Sosok Ahmad Dofiri Jenderal Rp7 Miliar Berani Pecat Ferdy Sambo!
- Sosok Kompol Anggraini, Polwan Diduga Jadi 'Badai' di Karier Irjen Krishna Murti, Siapa Dia?
Pilihan
-
Kata Media Prancis Soal Debut Calvin Verdonk: Agresivitas Berbuah Kartu
-
3 Catatan Menarik Liverpool Tumbangkan Everton: Start Sempurna The Reds
-
Dari Baper Sampai Teriak Bareng: 10+ Tontonan Netflix Buat Quality Time Makin Lengket
-
Menkeu Purbaya Janji Lindungi Industri Rokok Lokal, Mau Evaluasi Cukai Hingga Berantas Rokok China
-
Usai Dicopot dari Kepala PCO, Danantara Tunjuk Hasan Nasbi jadi Komisaris Pertamina
Terkini
-
Awas, Penyakit Jantung Koroner Kini Mulai Serang Usia 19 Tahun!
-
Anak Rentan DBD Sepanjang Tahun! Ini Jurus Ampuh Melindungi Keluarga
-
Main di Luar Lebih Asyik, Taman Bermain Baru Jadi Tempat Favorit Anak dan Keluarga
-
Dari Donor Kadaver hingga Teknologi Robotik, Masa Depan Transplantasi Ginjal di Indonesia
-
Banyak Studi Sebut Paparan BPA Bisa Timbulkan Berbagai Penyakit, Ini Buktinya
-
Rahasia Hidup Sehat di Era Digital: Intip Inovasi Medis yang Bikin Umur Makin Panjang
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter