Suara.com - Rendahnya angka kesembuhan pada kanker membuat banyak orang pesimis pada pengobatan kanker yang ada. Meski begitu, pengobatan kanker sendiri tidaklah jalan di tempat, melainkan terus berkembang dan memberi harapan kepada para penderitanya. Yang terbaru, ada imunoterapi yang telah disetujui FDA sebagai pengobatan kanker lini pertama.
Pengobatan kanker dengan imunoterapi saat ini telah menjadi perbincangan di seluruh dunia lantaran dianggap sebagai suatu terobosan baru di dunia medis.
Dalam kondisi normal, sistem imun di tubuh berfungsi untuk mendeteksi dan menghancurkan sel asing dengan mengerahkan sel T yang terdapat pada kelenjar getah bening. Sel T inilah yang bertindak sebagai filter zat-zat asing di dalam tubuh.
Imunoterapi bertujuan untuk menstimulasi sistem imun agar secara spesifik menargetkan dan membunuh sel kanker. Obat imunoterapi diberikan kepada pasien kanker untuk mengembalikan kemampuan sistem imun dalam mengenali dan menghancurkan sel kanker.
Berbeda dengan kemoterapi dan terapi target yang bekerja pada sel kanker, pengobatan imunoterapi kanker bekerja langsung pada sel imun. Kira-kira, seperti ini gambaran perbedaan kerja ketiganya:
Kemoterapi
Sel kanker membelah diri dengan cepat, dan inilah yang disasar oleh obat kemoterapi. Demikian menurut American Cancer Society. Sayangnya, bukan hanya sel kanker saja yang membelah diri dengan cepat. Sel normal pun ada yang membelah diri dengan cepat, seperti rambut. Makanya, kemoterapi bisa berdampak pada terganggunya keseimbangan sel normal yang punya siklus hidup cepat seperti sel kanker, misal menyebabkan rambut rontok.
Terapi Target
Menurut National Cancer Institute, secara spesifik pengobatan ini menargetkan molekul biologis dalam tubuh yang berperan dalam merangsang pertumbuhan sel kanker, sehingga
pertumbuhan sel kanker menjadi terhambat, lemah, ataupun hancur. Dan karena bekerja secara spesifik pada targetnya, terapi ini tidak menyerang sel-sel normal yang membelah diri dengan cepat seperti halnya kemoterapi.
Imunoterapi
Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, M.Epid, FINASIM, FACP dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), mengumpamakan bahwa saat kanker, sistem kekebalan tubuh (imun) tidak bisa bekerja lantaran dibelenggu oleh sel kanker. Nah, dengan obat imunoterapi, sel kanker ini akan dipegangi sehingga sel imun bisa bekerja membunuh sel kanker.
Dalam penjelasannya, dr. Ikhwan mengatakan bahwa pada kondisi normal, tubuh memiliki sistem pertahanan untuk menghancurkan sel kanker yang disebut dengan Siklus Imunitas Kanker, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Baca Juga: 3 Kesalahpahaman Umum Tentang Pengobatan Kanker di Masyarakat
Tahap pertama, sel kanker akan mengeluarkan antigen. Kemudian di tahap kedua, antigen akan dikenalkan kepada sel imun agar sel imun aktif menghancurkan sel kanker. "Tapi pada pasien kanker, tahap ketiga yang harusnya ada proses pembentukan dan aktivasi sel T ini tidak terjadi, karena ternyata ada upaya dari sel kanker untuk membuat sel imun tidak bekerja," katanya saat ditemui Suara.com beberapa waktu lalu di Jakarta.
"Penyebabnya adalah ikatan antara PD-L1 (Programmed Death Ligand 1) di sel kanker dengan B7.1 yang ada di sel imun. Ini menghentikan proses pembentukan dan aktivasi sel T di kelenjar getah bening. Maka, diciptakanlah obat imunoterapi ini, diinfuskan ke dalam tubuh orang untuk mengikat PD-L1 supaya sel T bisa diaktifkan," jelas dr. Ikhwan.
Dalam kondisi normal, PD-L1 memainkan peran penting dalam mempertahankan keseimbangan imun tubuh. PD-L1 merupakan immune checkpoint yang menjadi 'rem' respons imunitas ketika berikatan dengan B7.1 dan PD-1.
Nah, pada pengobatan imunoterapi, PD-L1 diekspresikan secara berlebihan pada permukaan sel kanker dan sel imun pada berbagai jenis kanker, yakni kanker payudara, kolorektal, paru, dan ginjal.
Siapa yang Bisa Mendapat Pengobatan Imunoterapi?
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Tak Mau Naikkan Tarif Listrik Meski Subsidi Berkurang
-
Istana Tanggapi Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di Media Sosial: Presiden Aja Ikut Macet-macetan!
-
Emil Audero Jadi Kunci! Cremonese Bidik Jungkalkan Parma di Kandang
-
DPR Usul Ada Tax Amnesty Lagi, Menkeu Purbaya Tolak Mentah-mentah: Insentif Orang Ngibul!
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
Terkini
-
Anak Rentan DBD Sepanjang Tahun! Ini Jurus Ampuh Melindungi Keluarga
-
Main di Luar Lebih Asyik, Taman Bermain Baru Jadi Tempat Favorit Anak dan Keluarga
-
Dari Donor Kadaver hingga Teknologi Robotik, Masa Depan Transplantasi Ginjal di Indonesia
-
Banyak Studi Sebut Paparan BPA Bisa Timbulkan Berbagai Penyakit, Ini Buktinya
-
Rahasia Hidup Sehat di Era Digital: Intip Inovasi Medis yang Bikin Umur Makin Panjang
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental