Suara.com - Kanker merupakan penyebab kematian paling umum dan sering dikaitkan dengan gaya hidup yang tidak sehat.
Sebenarnya, alasan seseorang dapat terkena kanker tidak sepenuhnya dapat dipahami. Namun, tampaknya penyakit ini dapat dipengaruhi oleh genetika, riwayat keluarga, lingungan, kebiasaan makan, dan pekerjaan kita sendiri.
Itu semua adalah hal-hal yang ditemukan atau dikonfirmasi oleh para ilmuwan terkait risiko kanker pada 2019.
Melansir Insider, berikut beberapa faktor yang disebut dapat meningkatkan risiko terkena kanker.
1. Pestisida dikaitkan dengan limfoma serta peningkatan risiko kanker hati
Pestisida telah lama diduga bersifat karsinogenik dan tahun ini, bukti baru mengaitkan glisofat (zat pada pestisida) dengan penyakit hati yang akhirnya dapat meningkatkan kanker hati.
Namun, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat berpendapat penggunaan glisofat yang tepat tidak akan menimbulkan risiko kesehatan terhadap masyarakat.
2. Vaping dikaitkan dengan masalah paru-paru, termasuk risiko kanker
Ada lebih dari 2.050 penyakit yang terhubung dengan vaping, dan setidaknya 39 orang telah meninggal, menurut data terbaru.
Baca Juga: Pakai Kosmetik Kaleng-kaleng, Wanita Ini Kena Kanker Kulit
Para ahli dan profesional medis masih berusaha mencari tahu apa yang membuat vaping berbahaya. Tetapi mereka yakin, vaping menyebabkan peradangan di paru-paru dan mulut, keduanya ini berkaitan dengan peningkatan risiko kanker.
Penelitian yang dilakukan pada tikus juga menunjukkan zat dalam uap vape meningkatkan risiko pada kanker.
3. Bukti yang menghubungkan daging merah dan daging olahan dengan berbagai jenis kanker.
Ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa daging olahan, seperti hot dog, ham, dan bacon, meningkatkan risiko kanker ginjal dan usus. Sebagian karena nitrat yang digunakan untuk mengawetkan makanan tersebut.
Daging merah juga telah dikaitkan dengan kanker kolorektal bahkan dalam jumlah sedang, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan tahun ini.
Dan segala jenis daging yang dipanggang dalam suhu tinggi telah ditemukan dapat memicu reaksi kimia, membentuk karsinogen.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
Terkini
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial