Suara.com - Sekarang virus corona Wuhan telah merenggut nyawa lebih dari 80 orang. Bahkan, orang yang positif terinfeksi virus corona pun mencapai lebih dari 2.000 orang secara global.
Virus corona yang memengaruhi sistem pernapasan ini pun sudah menyebar ke sejumlah negara lain di luar China, seperti Thailand, Amerika Serikat, Singapura dan lainnya.
Pejabat kesehatan di Inggris pun memeringatkan kalau kasus virus corona ini kemungkinan besar juga ditemukan di Inggris. Sejauh ini, mereka telah menguji 50 orang.
Departemen Kesehatan mengatakan risiko virus corona di Inggris masih terhitung rendah. Tetapi, mereka tetap memantau perkembangan dan penyebaran virus mematikan ini.
Di China sendiri, dilansir oleh mirror.co.uk, setidaknya sudah 10 kota dengan 33 juta orang telah diisolasi dalam upaya menghentikan penyebaran virus corona, terutama Wuhan yang merupakan tempat munculnya virus corona.
Pemerintah Inggris juga memutuskan untuk menutup akses transportasi yang masuk dan keluar dari China sementara waktu. Mereka pun meminta warganya yang masih di wilayah terdampak agar segera kembali dengan melalui tes kesehatan.
David Marland, seorang guru asal Inggris yang tinggal di pusat wabah virus corona Wuhan pun sempat melalui tes kesehatan ketika kembali ke negaranya.
Ia tinggal lima menit dari pasar hewan dan makanan laut di Wuhan meyakini bahwa virus corona ini mirip seperti SARS yang bisa ditularkan antar manusia.
Para ahli dari Organisasi Kesehatan Dunia juga memeringatkan bahwa jumlah orang yang terinfeksi virus corona dapat berlipat ganda setiap harinya.
Baca Juga: Tanda Tubuh Overdosis Kafein, Pusing hingga Detak Jantung Tak Teratur
Pihaknya juga berpendapat virus corona jauh lebih sulit dikendalikan daripada SARS dan Ebola. Karena, manusia yang terinfeksi virus ini bisa tidak menunjukkan gejala apapun.
Bahkan, seseorang mungkin tak menyadari sudah terinfeksi virus corona dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti biasanya.
"Kasus ini seperti game changer, artinya infeksi jauh lebih menular daripada yang kita temui sebelumnya. Kondisinya juga jauh lebih buruk," kata Dr William Schaffner, seorang spesialis penyakit menular di Vanderbilt University Medical Center.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Di Balik Duka Banjir Sumatera: Mengapa Popok Bayi Jadi Kebutuhan Mendesak di Pengungsian?
-
Jangan Anggap Remeh! Diare dan Nyeri Perut Bisa Jadi Tanda Awal Penyakit Kronis yang Mengancam Jiwa
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Produksi Makanan Siap Santap, Solusi Pangan Bernutrisi saat Darurat Bencana
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat