Suara.com - Tekanan darah seseorang memang bersifat fluktuatif. Namun orang yang telah didiagnosis menderita hipertensi atau darah tinggi, harus rela bersama sakitnya seumur hidup. Anggota Perhimpunan Hipertensi Indonesia (InaSH), Dr. Erwinanto, menjelaskan bahwa penderita hipertensi harus minum obat seumur hidup agar tekanan darahnya stabil.
"Hipertensi seumur hidup tidak akan sembuh dan minum obat teratur seumur hidup. Karena hipertensi bukan disembuhkan, tapi dikontrol," kata Erwin dalam acara seminar media di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2020).
Erwin memaparkan, penelitian ilmiah pernah dilakukan pada tahun 2018, menunjukkan bahwa hampir 80 persen orang berobat hipertensi berhenti minum obat karena merasa sudah sembuh.
Menurutnya, hal itu dilakukan lantaran ketidaktahuan pasien bahwa hipertensi seharusnya dikontrol. Selain menjaga pola makan, hipertensi juga harus dijaga dengan obat, demikian dikatakan Erwin.
"Pasien hipertensi yang rutin minum obat hanya 54,4 persen. Sisanya tidak rutin atau tidak minum obat sama sekali. Setelah diteliti, ternyata merasa sudah sehat," ucapnya.
Obat hipertensi sendiri sebenarnya mudah ditemukan dan hanya ada lima, yaitu ACE-I, ARB, Betablocker, CCB, dan Diuretic. Erwin menjelaskan, rata-rata pasien hipertensi harus mengonsumsi dua obat.
Obat-obat itu sebenarnya bukan hanya untuk mengontrol tekanan darah, kata Erwin. Tapi juga untuk mencegah penyakit lanjutan seperti jantung, gagal ginjal, dan stroke. Tiga penyakit itu yang disebutkan Erwin sangat berisiko diidap pasien hipertensi.
Walaupun harus minum obat seumur hidup, kontrol ke dokter tidak menjadi hal wajib bagi pasien asalkan tetap rutin minum obat.
"Kalau dia nggak ke dokter, ya nggak apa-apa. Dokter hanya akan memeriksa apa pengaruhnya ke ginjal. Tapi untuk tekanan darah, diminum obat saja terus. Kalau misalnya nggak kontrol, juga nggak apa-apa. Aman," tegasnya.
Baca Juga: Kebisingan Tingkat Tinggi di Tempat Kerja Berisiko Tingkatkan Hipertensi
Menurut Erwin, selain merasa sudah sembuh, pasien biasanya berhenti minum obat karena ada perasaan takut dan menganggap obat seperti racun.
"Pasien takut untuk minum obat karena menganggap obat racun. Tapi dia nggak takut sakit ginjal. Kalau takut obat, itu orang Eropa, Amerika, sudah keracunan obat hipertensi," tukasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Panglima TNI Kunjungi PPAD, Pererat Silaturahmi dan Apresiasi Peran Purnawirawan
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- Profil Komjen Suyudi Ario Seto, Calon Pengganti Kapolri Listyo Sigit Prabowo?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
Pilihan
-
Desy Yanthi Utami: Anggota DPRD Bolos 6 Bulan, Gaji dan Tunjangan Puluhan Juta
-
Kabar Gembira! Pemerintah Bebaskan Pajak Gaji di Bawah Rp10 Juta
-
Pengumuman Seleksi PMO Koperasi Merah Putih Diundur, Cek Jadwal Wawancara Terbaru
-
4 Rekomendasi HP Tecno Rp 2 Jutaan, Baterai Awet Pilihan Terbaik September 2025
-
Turun Tipis, Harga Emas Antam Hari Ini Dipatok Rp 2.093.000 per Gram
Terkini
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan
-
5 Rekomendasi Obat Cacing yang Aman untuk Anak dan Orang Dewasa, Bisa Dibeli di Apotek
-
Sering Diabaikan, Masalah Pembuluh Darah Otak Ternyata Bisa Dideteksi Dini dengan Teknologi DSA
-
Efikasi 100 Persen, Vaksin Kanker Rusia Apakah Aman?
-
Tahapan Skrining BPJS Kesehatan Via Aplikasi dan Online
-
Rusia Luncurkan Vaksin EnteroMix: Mungkinkah Jadi Era Baru Pengobatan Kanker?