Suara.com - Gadis ABG insial NF (15), pembunuh bocah 6 tahun di Sawah besar mengaku tidak menyesal dan puas atas tindakannya. NF mengaku sudah lama membendung hasrat membunuh sejak lama.
NF kepala polisi mengatakan tindakan sadisnya terinspirasi dari film thriller. Seperti Chucky, film boneka pembunuh yang populer di tahun 1988 dan Slander Man.
Akibat kejadian ini, film yang menayangkan kekerasan pun dinilai bisa memengaruhi seseorang melakukan kejahatan. Tetapi, bernarkah demikian?
Penelitian sendiri telah menunjukkan beberapa korelasi antara tayangan kekerasan melalui film dengan perilaku kekerasan seseorang di kehidupan nyata. Tetapi dilansir dari Science Daily, hanya ada sedikit dukungan neuroscientific langsung mengenai teori tersebut.
Para peneliti di Pusat Fungsional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) di Columbia University Medical Center telah menunjukkan bahwa tayangan kekerasan bisa menyebabkan bagian otak Anda yang menekan perilaku agresif menjadi kurang aktif.
Ilmuwan Columbia menunjukkan bahwa jaringan otak yang bertanggung jawab menekan perilaku seperti agresi yang tidak pantas atau beralasan menjadi kurang aktif, setelah subyek penelitian menonton beberapa tayangan kekerangan.
Perubahan ini bisa membuat orang kurang mampu mengendalikan perilaku agreasifnya. Temuan sekunder juga melihat area otak yang terkait dengan perilaku perencanaan lebih aktif setelah melihat kekerasan berulang kali.
Temuan ini memberikan dukungan lebih pada gagasan bahwa tayangan kekerasan bisa menurunkan kemampuan otak untuk menghambat pemrosesan yang berhubungan dengan perilaku.
"Perubahan dalam sirkuit kontrol perilaku otak ini spesifik untuk tayangan film kekerasan secara berulang," ata Joy Hirsch, Ph.D., profesor Neuroradiology Fungsional, Psikologi, dan Neuroscience dan Direktur Pusat fMRI di CUMC.
Baca Juga: 2 Pasien Corona Dinyatakan Negatif, Tapi Masih Harus Diperiksa
Bahkan menonton film kekerasan pertama kalinya sudah bisa memengaruhi pemrosesan di bagian otak yang bertugas mengontrol perilaku seperti agresi. Karena itu, penelitian lebih lanjut perlu melihat proses film berisi kekerasan dapat memengaruhi perilaku jahat seseorang di dunia nyata.
Berita Terkait
Terpopuler
- Here We Go! Peter Bosz: Saya Mau Jadi Pelatih Timnas yang Pernah Dilatih Kluivert
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Seharga NMax yang Jarang Rewel
- Sosok Timothy Anugerah, Mahasiswa Unud yang Meninggal Dunia dan Kisahnya Jadi Korban Bullying
- 25 Kode Redeem FC Mobile 18 Oktober 2025: Klaim Pemain OVR 113, Gems, dan Koin Gratis!
- Bukan Main-Main! Ini 3 Alasan Nusakambangan, Penjara Ammar Zoni Dijuluki Alcatraz Versi Indonesia
Pilihan
-
Hasil Drawing SEA Games 2025: Timnas Indonesia U-23 Ketiban Sial!
-
Menkeu Purbaya Curigai Permainan Bunga Usai Tahu Duit Pemerintah Ratusan Triliun Ada di Bank
-
Pemerintah Buka Program Magang Nasional, Siapkan 100 Ribu Lowongan di Perusahaan Swasta Hingga BUMN
-
6 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori Besar untuk Orang Tua, Simpel dan Aman
-
Alhamdulillah! Peserta Magang Nasional Digaji UMP Plus Jaminan Sosial dari Prabowo
Terkini
-
Kasus Kanker Paru Meningkat, Dunia Medis Indonesia Didorong Adopsi Teknologi Baru
-
Osteoartritis Mengintai, Gaya Hidup Modern Bikin Sendi Cepat Renta: Bagaimana Solusinya?
-
Fraud Asuransi Kesehatan: Rugikan Triliunan Rupiah dan Pengaruhi Kualitas Layanan Medis!
-
Rahasia Kehamilan Sehat dan Anak Cerdas: Nutrisi Mikro dan Omega 3 Kuncinya!
-
Kisah Ibu Tunggal Anak Meninggal akibat Difteri Lupa Imunisasi, Dihantui Penyesalan!
-
Masa Depan Layanan Kesehatan Ada di Genggaman Anda: Bagaimana Digitalisasi Memudahkan Pasien?
-
Manfaat Jeda Sejenak, Ketenangan yang Menyelamatkan di Tengah Hiruk Pikuk Kota
-
WHO Apresiasi Kemajuan Indonesia dalam Pengembangan Obat Herbal Modern
-
Stop Diet Ekstrem! 3 Langkah Sederhana Perbaiki Pencernaan, Badan Jadi Lebih Sehat
-
Prodia Skrining 23.000 Lansia di Indonesia, Dukung Deteksi Dini dan Pencegahan Demensia