Suara.com - Merokok Tingkatkan Risiko Terkena Virus Corona, Bagaimana dengan Vape?
Sebuah studi di China menyebutkan bahwa banyak pasien virus corona Covid-19 di negara tersebut adalah perokok berat.
Hal ini juga didukung pernyataan beberapa pakar bahwa merokok meningkatkan jumlah reseptor ACE 2 yang juga menjadi reseptor virus corona. Sehingga semakin banyak reseptor maka semakin banyak kemungkinan virus menempel dan menyebabkan infeksi.
Namun apakah hal ini juga berlaku pada rokok elektrik atau vape?
Disampaikan oleh dr Feni Fitriani, SpP(K), Ketua Pokja Masalah Rokok Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, bahwa ia belum membaca mengenai kaitan vape dengan risiko infeksi virus corona.
Akan tetapi, ia tetap mengimbau bahwa vape bukanlah pengganti rokok konvensional yang lebih 'aman'.
"Karena meskipun kadar-kadar bahan berbahaya dalam rokok elektrik dinyatakan lebih kecil daripada rokok konvensional, jadi bukan berarti aman. Kalau mau aman ya berhenti merokok sekalian," kata dr Feni pada Temu Media di kantor PB IDI Jakarta, Jumat (12/3/2020).
Ia menegaskan untuk tidak membolak-balikkan fakta bahwa karena kandungan yang terdapat di dalam vape lebih sedikit maka lebih aman.
Karena banyak badan kesehatan seperti WHO dan FDA sudah menyatakan bahwa vape bukanlah sarana yang dapat digunakan untuk berhenti merokok, lanjut dr Feni.
Baca Juga: Peneliti: Indonesia Butuh Lebih Banyak Studi Tentang Rokok Elektrik
Selain itu, ia juga menyoroti soal adanya efek akut yang ditemukan pada rokok elektrik yang tidak ditemukan pada rokok konvensional, yakni EVALI atau e-cigarette or vaping use-associated lung injury (cedera paru akibat penggunaan vape).
EVALI juga bisa menyebabkan kematian dan kerusakan paru-paru yang tak kalah parahnya dengan Covid-19. Meski tidak ditemukan kasusnya di Indonesia, namun bukan berarti kita harus merasa aman.
New York Times mencatat per Januari 2020, ada 2.602 kasus EVALI dan 59 kematian yang diakibatkan di Amerika Serikat. Sebagian besar korban adalah remaja yang berada di rentang usia 10 hingga 19 tahun.
"Jadi kalau mau ada argumen ya rokok konvensional efek jangka panjang baru kelihatan, rokok elektrik kita temukan jangka pendeknya ada," kata dr Feni.
"Karena kita nggak akan bisa terus berdebat mana yang lebih aman, karena kalau mau sehat ya mutlak rokok atau tidak," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
Terkini
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia