Suara.com - Amerika Serikat adalah negara yang berada di peringkat pertama dengan banyaknya kasus virus corona Covid-19. Jumlah kematian akibat virus corona Covid-19 di Amerika Serikat (AS) pun sudah melampaui jumlah korban tewas di Perang Vietnam, yakni lebih dari 58 ribu.
Selama beberapa dekade, AS juga memimpin dunia dengan tingkat kasus obesitas yang tinggi. Para profesional medis pun menduga tingginya kasus obesitas di AS mungkin berperan dalam tingginya kematian akibat corona Covid-19.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) telah menyatakan bahwa obesitas parah, yakni orang dengan indeks massa tubuh (BMI) 40 atau lebih termasuk kelompok yang paling berisiko terinfeksi dan mengalami komplikasi akibat virus corona Covid-19.
BMI adalah jumlah ideal yang berasal dari massa dan tinggi badan seseorang. Meskipun hitungan ini agak kontroversial karena tidak memperhitungkan massa otot. Standar medis tetap menggunakannya untuk menghitung berat badan ideal seseorang.
"Saya menduga masalah inilah yang menyebabkan angkat kematian akibat corona Covid-19 di AS lebih tinggi dari daerah lain," Dr Jennifer Lighter, ahli epidemiologi rumah sakit di Langone Health Universitas New Yorrk dikutip dari Fox News.
Pada orang obesitas di bawah usia 60 tahun, mereka 3 kali lebih mungkin menjalani perawatan di rumah sakit atau ICU. Lalu, tingkat kematiannya juga 3 kali lebih tinggi dibandingkat orang yang tidak obesitas.
Lighter juga pernah memimpi penelitian yang diterbitkan dalam Clinical Infectious Diseases di rumah sakit menemukan pasien dibawah usia 60 tahun dengan BMI di atas 35 setidaknya 2 kali lebih mungkin dirawat di ICU karena corona Covid-19.
Tapi, kenapa obesitas meningkatkan risiko orang menderita corona Covid-19?
Lighter mengatakan orang yang mengalami obesitas memiliki cadangan paru-paru lebih sedikit. Sehingga risiko aspnea tidur obstruktif, asma, penyakit paru restriktif menjadi lebih tinggi.
Baca Juga: Puasa Ramadan Bagi Pengidap Kanker, Ternyata Bisa Mendorong Pengobatan
Kondisi itulah yang menyebabkan mereka berisiko mengalami manifestasi paru parah dengan virus pernapasan. Mereka juga berisiko menderita penyakit kardiovaskular, diabetes dan hiperlipidemia.
Karena, mereka memiliki reseptor ACE2 pada sel adiposa sehingga memiliki replika virus lebih tinggi yang menyebabkan banyak peradangan.
Selain itu, para peneliti juga menemukan bahwa orang obesitas lebih berisiko terinfeksi virus dan lazim menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Sebuah artikel dalam Morbidity and Mortality Weekly Report pada 17 April 2020 bahwa sebanyak 180 pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit, rata-rata mengalami obesitas dan kondisi kesehatan lainnya.
"Secara khusus, pasien yang berusia di bawah 60 tahun umumnya dianggap berisiko lebih rendah terinfeksi virus corona Covid-19. Namun, mereka dua kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit jika memiliki BMI 30-34," kata Lighter.
Bahkan orang dengan BMI 35 atau lebih, dua kali lebih mungkin dalam kondisi kronis dan tiga kali lebih mungkin menjalani perawatan di ICU dibandingkan orang dengan BMI di bawah 30.
Penelitian oleh Feintein Institutes for Medical Research juga telah menganalisis hasil dari 5.700 pasien corona Covid-19 yang dirawat di rumah sakit antara 1 Maret - 4 April 2020 juga menemukan bahwa sekitar 41 persennya mengalami obesitas.
Data dalam National Library of Medicine juga menegaskan bahwa virus corona Covid-19 ini menyebar lebih cepat dan pesat di Eropa dan Amerika, yang merupakan negara dengan tingkat obesitas tinggi.
Meski begitu, hubungan antara obesitas dan tingkat kematian akibat virus corona Covid-19 masih belum diketahui jelasnya.
Dr. David Nazarian, seorang dokter yang berbasis di Beverly Hills, diplomat di American Board of Internal Medicine dan pendiri My Concierge MD mengatakan obesitas umumnya dikaitkan dengan sindrom metabolik yang meningkatkan risiko diabetes, hipertensi, penyakit jantung, ginjal dan pembuluh darah.
Seperti yang Anda ketahui bahwa penderita diabetes termasuk orang yang lebih rentan terinfeksi virus, karena gula darah tinggi yang melemahkan sistem kekebalan tubuh.
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Zamroni Aziz? Kepala Kanwil Kemenag NTB, Viral Lempar Gagang Mikrofon Saat Lantik Pejabat!
- Terpopuler: Geger Data Australia Soal Pendidikan Gibran hingga Lowongan Kerja Freeport
- Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil Bareng Pacar, Hasil Realistis dan Lucu
- 10 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 September 2025, Kesempatan Klaim Pemain OVR 110-111
- Bali United: 1 Kemenangan, 2 Kekalahan, Johnny Jansen Dipecat?
Pilihan
-
Petaka Arsenal! Noni Madueke Absen Dua Bulan Akibat Cedera Lutut
-
Ngamuk dan Aniaya Pemotor, Ini Rekam Jejak Bek PSM Makassar Victor Luiz
-
Menkeu Bakal Temui Pengusaha Rokok Bahas Cukai, Saham-saham 'Tembakau' Terbang
-
Jurus Menkeu 'Koboi' Bikin Pasar Cemas Sekaligus Sumringah
-
IHSG Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah, Saham-saham Rokok Jadi Pendorong
Terkini
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh
-
Mengenal Penyakit Lyme yang Diderita Bella Hadid: Bagaimana Perawatannya?
-
Terapi Imunologi Sel: Inovasi Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Penyakit Kronis
-
72% Sikat Gigi Dua Kali Sehari, Kok Gigi Orang Indonesia Masih Bermasalah? Ini Kata Dokter!
-
Padel Court Pertama Hadir di Dalam Mal, Bawa Olahraga Jadi Makin Fun!
-
Nyaris Setengah Anak Indonesia Kekurangan Air Minum: Dampaknya ke Fokus dan Belajar
-
Event Lari Paling Seru! 8.500 Pelari Pulang Happy dengan Goodie Bag Eksklusif
-
Manfaat Donor Darah Kurang Maksimal Tanpa Peralatan Pendukung Terbaik