Suara.com - Meninggalkan rumah bisa menjadi prospek yang menakutkan bagi penderita agorafobia, yang kesulitan merasa aman di depan umum.
Ini berbeda dengan orang yang takut keluar rumah selama karantina akibat pandemi Covid-19. Sebagai gangguan kecemasan, agorafobia dapat memicu serangan panik dan berdampak parah pada kehidupan sehari-hari.
Apa itu Agorafobia dan penyebabnya?
Ini adalah rasa takut luar biasa ketika berada di tempat atau situasi di mana Anda merasa bahwa melarikan diri akan sulit, atau di mana Anda khawatir akan mengalami serangan panik.
Menurut versi terbaru dari Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5), tempat dan situasi yang memicu kecemasan, antara lain:
- Saat menggunakan transportasi umum.
- Berada di ruang terbuka.
- Berada di ruang tertutup, seperti tokok, bioskop, dan lainnya.
- Berdiri dalam barisan atau berada di tengah orang banyak
- Berada di luar rumah sendirian.
Mereka dengan gangguan kecemasan terus-menerus waspada dan takut akan serangan panik berikutnya. Itulah sebabnya beberapa orang akan 'membuat' rute atau wilayah untuk dirinya sendiri, dan mungkin mustahil bagi mereka untuk bepergian di luar zona aman mereka tersebut tanpa mengalami kecemasan parah.
Orang dengan agorafobia juga sering bersikeras untuk memiliki teman ketika di depan umum, untuk memastikan adanya bantuan jika mereka membutuhkannya.
"Jika kehidupan sehari-hari Anda dipengaruhi oleh keengganan atau ketakutan meninggalkan rumah, tempat yang aman, ini adalah tanda utama agorafobia," kata Ahmet Mehmet, seorang psikoterapis kepada Business Insider.
Baca Juga: 5 Cara Jadikan Rumah sebagai Ruang Pemulihan untuk Kesehatan Mental
Untuk didiagnosis, rasa takut tersebut berlangsung selama setidaknya enam bulan, dan itu harus dipicu oleh setidaknya dua dari lima situasi yang dirujuk dalam DSM-5. Misalnya, jika Anda hanya takut menggunakan transportasi umum saja, ini tidak akan diklasifikasikan sebagai agorafobia.
Penyebab kondisi ini bisa berkembang akibat faktor biologis dan psikologis penderita. Kebanyakan orang mengembangkannya setelah mengalami satu atau lebih serangan panik, menyebabkan mereka khawatir akan mengalami serangan lain dan menghindari tempat-tempat di mana itu mungkin terjadi lagi.
Kevin Gournay, seorang psikolog dan profesor terdaftar di Institute of Psychiatry di Kings College di London mengatakan orang-orang dengan agorafobia diprogram secara biologis untuk menghasilkan adrenalin lebih mudah daripada orang lainnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
Fakta-fakta Gangguan MRT Kamis Pagi dan Update Penanganan Terkini
-
5 Mobil Bekas Pintu Geser Ramah Keluarga: Aman, Nyaman untuk Anak dan Lansia
-
5 Mobil Bekas di Bawah 100 Juta Muat hingga 9 Penumpang, Aman Bawa Barang
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
Terkini
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis
-
Dokter Kandungan Akui Rahim Copot Nyata Bisa Terjadi, Bisakah Disambungkan Kembali?
-
Klinik Safe Space, Dukungan Baru untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan Pekerja
-
Mengubah Cara Pandang Masyarakat Terhadap Spa Leisure: Inisiatif Baru dari Deep Spa Group
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025