Suara.com - Belum lama ini pemerintah mengeluarkan kebijakan yang kontraproduktif dengan mengaktifkan kembali seluruh transportasi publik di Indonesia, mulai dari kereta api jarak jauh, bus antarkota, hingga penerbangan lintas kota. Alhasil, beberapa bandara besar di Indonesia pun dipadati penumpang.
Melihat pemandangan ini, rasanya sangat menyesakkan dada. Terlebih, baru-baru ini sebuah penelitian menunjukkan bahwa pelonggaran PSBB dengan membuka kembali transportasi publik, dapat membuat angka kematian akibat Covid-19 semakin meningkat.
Diwartakan laman Metro, Kamis (14/5/2020) para ilmuwan Univeristy College London (UCL) memprediksi kemungkinan akan terjadi 37.000 hingga 73.000 kematian di Inggris dalam satu tahun setelah pembatasan sosial dicabut.
Perhitungan tersebut dilakukan menggunakan kalkulator risiko berdasarkan usia, jenis kelamin, dan penyakit penyerta. Data juga berdasarkan risiko efek tidak langsung seperti layanan kesehatan.
Peneliti Profesor Harry Hemmingway mengatakan bahwa pembatasan dapat menurunkan penularan, dan ini akan melindungi mereka yang berasal dari kelompok rentan. Dan sejauh ini, terbukti bahwa pembatasan telah berhasil menekan penularan.
Prof. Harry mengatakan memberikan perawatan medis berkualitas tinggi oleh dokter kepada mereka yang rentan tertular, bisa mencegah kematian lebih baik.
Penelitian yang diterbitkan jurnal The lancet ini melihat data 3,8 juta catatan medis. Terbukti di Inggris memiliki tingkat penularan 10 persen dan 20 persen bagi mereka yang masuk kelompok rentan.
"Sebagai contoh, kami menunjukkan bagaimana seorang laki-laki berusia 66 tahun dengan penyakit paru obstruktif kronis berisiko 6 persen meninggal pada tahun setelahnya, dan ada 25.000 pasien dengan risiko yang sama," kata peneliti utama Dr Amitava Banerjee.
Hitung-hitungan juga memprediksi ada 164 kematian tambahan akibat Covid-19, dari 1.638 kematian yang terjadi dalam satu tahun pada pasien yang sama seperti kondisi laki-laki tersebut.
Baca Juga: Sepeda Jadi Pilihan saat Warga Mulai Hindari Transportasi Umum
"Temuan kami menunjukkan risiko kematian bagi kelompok yang rentan ini meningkat secara signifikan dan dapat menyebabkan ribuan kematian yang tak terhindarkan," tutup Amitava.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
RKUHAP Resmi Jadi UU: Ini Daftar Pasal Kontroversial yang Diprotes Publik
-
Permintaan Pertamax Turbo Meningkat, Pertamina Lakukan Impor
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
Terkini
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis
-
Dokter Kandungan Akui Rahim Copot Nyata Bisa Terjadi, Bisakah Disambungkan Kembali?
-
Klinik Safe Space, Dukungan Baru untuk Kesehatan Fisik dan Mental Perempuan Pekerja
-
Mengubah Cara Pandang Masyarakat Terhadap Spa Leisure: Inisiatif Baru dari Deep Spa Group
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?