Suara.com - Mutasi genetik merupakan fenomena alami dalam kehidupan sehari-hari, terjadi setiap kali materi genetik disalin. Ketika virus bereplikasi di dalam sel yang terlah terinfeksi, segudang salinan baru akan memiliki perbedaan kecil.
Ketika mutasi mengarah pada perubahan dalam bagaimana suatu virus berperilaku, dapat menyebabkan kosekuensi yang penting. Meski tidak pasti merugikan inangnya, tetapi virus yang bermutasi dapat membingungkan peneliti dalam membuat vaksin atau obat yang menargetkan protein virus tertentu.
Sejak SARS-CoV-2 muncul, beberapa peneliti telah menyoroti variasi dalam urutan genetik virus. Ini telah mendorong diskusi tentang apakah virus terbagi menjadi beberapa jenis, apakah ini akan berdampak pada seberapa mudah virus dapat menginfeksi inang, dan apakah ini memengaruhi atau tidak berapa banyak lagi orang yang akan meninggal.
"Mutasi adalah perubahan dalam urutan genetik. Fakta dari perubahan mutasi bukanlah yang utama, tetapi konsekuensi fungsionalnya," jelas ahli virologi Prof. Jonathan Stoye, pemimpin kelompok senior di Francis Crick Institute di London, Inggris.
Virus corona jenis baru ini adalah virus RNA yang diselimuti, artinya materi genetiknya dikodekan dalam RNA untai tunggal. Di dalam sel inang, mereka membuat mesin replikasi sendiri.
Virus RNA memiliki tingkat mutasi sangat tinggi karena enzim replikasi mereka rentan terhadap kesalahan ketika membuat salinan virus baru.
Jika perubahan genetik tertentu mengubah target obat atau antibodi yang bertindak melawan virus, partikel-partikel virus yang bermutasi lebih besar daripada yang tidak.
“Namun, harus ditekankan bahwa hanya sebagian kecil dari semua mutasi yang akan menguntungkan. Sebagian besar akan netral atau berbahaya bagi virus dan tidak akan bertahan," sambungnya, dilansir dari Medical News Today.
Baca Juga: Duh, Korea Selatan Laporkan 79 Kasus Baru Virus Corona Covid-19
Berita Terkait
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Infeksi Silang di Rumah Sakit? Linen Medis Antivirus Ini Jadi Solusi!
-
Golden Period Jadi Kunci, RS Ini Siapkan Layanan Cepat Tangani Stroke
-
Nada Tarina Pamer Bekas Jahitan Operasi, Kenapa Skoliosis Lebih Rentan pada Wanita?
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh