Suara.com - Kematian Akibat Opioid di Kanada Meningkat Selama Pandemi Covid-19
Kematian terkait opioid di Kanada meningkat sejak pandemi Covid-19 berlangsung, kata kepala dinas kesehatan masyarakat negara tersebut pada Jumat (29/5) seperti yang Suara.com kutip di Antara.
Opioid sendiri merupakan obat penghilang rasa sakit yang bekerja dengan reseptor opioid di dalam sel tubuh. Opiod menjadi salah satu obat pereda sakit yang populer di Kanada.
Theresa Tam menyoroti British Columbia, provinsi paling barat Kanada sekaligus episentrum krisis overdosis opioid negara tersebut, yang mencatat lebih dari 100 kematian pada Maret dan April.
"Data ini mengindikasikan sebuah tren yang begitu mengkhawatirkan," kata Tam. "Sudah lebih dari setahun sejak British Columbia mengamati angka setinggi ini selama periode dua bulan."
Tren tersebut bersifat nasional, Tam menambahkan. Ia merujuk pada Toronto, yang layanan paramedisnya melaporkan bahwa pada April banyak kematian terkait opioid dalam sebulan sejak September 2017.
Di kota terbesar, Calgary, intervensi overdosis meningkat. Fasilitas penyuntikan aman mengobati 40 kasus overdosis pada Maret dan April. Jumlah itu naik tajam dari 11 kasus pada Februari.
Pemerintah federal pada Maret mengumumkan bahwa pihaknya akan melonggarkan pembatasan terhadap apoteker untuk meresepkan alternatif obat yang aman. Kebijakan seperti itu direkomendasikan oleh para pegiat dan ahli selama bertahun-tahun.
Pandemi berdampak pada rantai pasokan obat tersebut karena perbatasan ditutup. Keadaan itu yang menyebabkan tingkat kematian lebih tinggi, kata Guy Felicella, penasihat klinis di Centre on Substance Abuse di British Columbia.
Baca Juga: Ucap Ultah ke El Rumi, Warganet Kaget Ahmad Dhani Tak Menua di Foto Ini
"Ketika (obat menjadi) lebih sulit ditemukan, potensi (kematian) naik, harga naik, semua naik dan artinya menjadi lebih mematikan setiap harinya," kata Falicella.
Pandemi hanya memperburuk masalah yang ada, katanya. Ia menambahkan bahwa langkah penyediaan obat yang aman terlalu sedikit, terlalu terlambat.
"Kita tidak bisa menyalahkan Covid-19 atas kurangnya tanggapan kita dalam menangani krisis overdosis," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental
-
Dari Alat Medis hingga Kesehatan Digital, Indonesia Mempercepat Transformasi Layanan Kesehatan