Suara.com - Jika kebanyakan negara mengajukan tes sebagai strategi utama dalam menangani wabah Covid-19, maka berbeda dengan Jepang. Negara tersebut malah tidak terlalu banyak melakukan tes.
Dilansir dari New York Times, para ahli medis khawatir bahwa pendekatan itu akan membutakan negara terhadap penyebaran infeksi karena tidak diketahui jumlah yang sebenarnya.
Per Minggu (31/5/2020), kasus di Jepang mencapai 16.804 dengan kasus sembuh sebanyak 14.406 dan 886 orang meninggal.
Minggu terakhir bulan Mei, Perdana Menteri Shinzo Abe menyatakan pertempuran Jepang melawan wabah sukses besar yang membuat negara tersebut mulai membuka lockdown.
"Dengan melakukan berbagai hal dengan cara Jepang yang unik, kami hampir dapat sepenuhnya mengakhiri gelombang infeksi ini," kata Abe.
Sayangnya, masih belum jelas apa yang menjadi penyebab pencapaian Jepang dan apakah negara lain dapat mengambil pelajaran dari pendekatannya.
Alih-alih menguji secara luas untuk memahami dan membatasi penyebaran virus melalui populasi umum, Jepang lebih fokus pada penanggulangan wabah kecil secara cepat melalui pelacakan kontak.
Jepang dalam menghadapi wabah tidak dengan mengatur kehidupan sehari-hari, tetapi berfokus pada mendidik orang tentang langkah-langkah seperti melakukan jarak sosial.
Kemungkinan lain yang membuat kematian kecil di negara tersebut adalah atribut budaya yang dimilikinya. Mereka telah terbiasa menggunakan masker, melakuan praktik mencuci tangan secara teratur, dan hampir tidak ada salam fisik seperti pelukan dan jabat tangan.
Baca Juga: Presiden Jokowi Pimpin Upacara Hari Lahir Pancasila secara Virtual
Kombinasi dari banyak faktor lain adalah langkah pemerintah dan perubahan perilaku masyarakat dalam menghadapi tekanan pandemi.
"Tindakan individu mungkin tampak kecil atau biasa saja," kata Keiji Fukuda, seorang ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Hong Kong.
Ia menambahkan, “dampak kumulatif dari semua upaya di seluruh negeri dalam menerapkan semacam jarak mungkin sangat besar."
Apapun formulanya, Jepang sejauh ini berhasil menjaga angka kematian tetap rendah. Negara ini telah mencatat kurang dari 900 kematian bahkan ketika Amerika Serikat dan negara-negara Eropa telah melaporkan puluhan ribu.
Berita Terkait
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental