Suara.com - Banyak dokter dan peneliti telah membuktikan bahwa Covid-19 mungkin memicu komplikasi neurologis pada pasien - bahkan pada mereka yang memiliki gejala ringan.
Satu studi pada otak mini yang dikembangkan di laboratorium menunjukkan bahwa virus tersebut dapat langsung menyerang sel-sel otak. Beberapa gangguan otak yang telah diidentifikasi pada pasien coronavirus termasuk ensefalopati, stroke iskemik dan Sindrom Guillain-Barré, yang dapat menyebabkan perdarahan dan peradangan.
Tetapi tidak mudah mendiagnosis kondisi ini, terutama jika pasien mengalami gangguan akibat ventilator.
"Identifikasi dini, investigasi, dan manajemen penyakit neurologis terkait-Covid-19 sangat menantang," tulis sekelompok ahli saraf yang menganalisis lebih dari 40 pasien Covid-19 di Inggris yang mengalami komplikasi neurologis.
Mereka menerbitkan studi mereka di jurnal Oxford Brain. Kelompok pasien berusia 16 hingga 85 tahun, dan gejala Covid-19 bervariasi dari ringan hingga kritis.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merinci gejala, perawatan dan proses pemulihan mereka untuk membantu dokter menemukan tanda-tanda gangguan otak dengan lebih baik.
Gangguan yang paling umum adalah sindrom neuroinflamasi dan ensefalopati, yang memengaruhi mereka yang berusia di atas 50 dan mengalami kebingungan dan disorientasi, psikosis pada satu, dan kejang pada lainnya.
Satu pasien - seorang wanita berusia 55 tahun - memiliki gejala ringan dan siap untuk pulang setelah hari ketiga. Namun, ia kemudian mulai menunjukkan tanda-tanda gangguan otak, meski tidak memiliki riwayat penyakit mental apa pun.
Perilakunya termasuk berulang kali mengenakan dan melepas mantelnya, melihat singa dan monyet dan kemudian menjadi agresif. Setelah menjalani perawatan, ia mulai membaik setelah tiga minggu.
Baca Juga: Penelitian: Ditemukan Virus Corona Covid-19 di Bungkus Udang Beku
Namun, satu pasien meninggal karena ensefalitis nekrosis parah - peradangan yang menyebabkan lesi dan kematian jaringan di otak.
"Secara kolektif, kasus-kasus ini menghadirkan tantangan besar untuk didiagnosis dengan MRI, neurofisiologi, termasuk [electroencephalogram], menjadi sulit diperoleh dalam pengaturan perawatan intensif selain tuntutan perawatan yang aman dan pengendalian infeksi," kata penulis.
Ada juga beberapa perdebatan mengenai pilihan pengobatan, seperti penggunaan kortikosteroid dosis tinggi, yang dapat menempatkan pasien Covid-19 pada risiko yang lebih besar.
Studi klinis lebih lanjut, neuroradiologis, biomarker dan neuropatologis sangat penting untuk menentukan mekanisme patobiologis yang mendasarinya, yang akan memandu pengobatan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Belajar dari Kasus Ameena, Apakah Permen Bisa Membuat Anak Sering Tantrum?
-
Bukan Sekadar Gadget: Keseimbangan Nutrisi, Gerak, dan Emosi Jadi Kunci Bekal Sehat Generasi Alpha
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?