Suara.com - Pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak buruk bagi kesehatan tubuh, namun juga kesehatan jiwa. Studi menyebut, anak-anak pengungsi mengalami stres berkepanjangan gara-gara pandemi.
Dilansir ANTARA, laporan yang dipublikasi oleh Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) mengatakan anak-anak terlantar di kawasan Timur Tengah menjadi 45 persen lebih stres sejak pandemi COVID-19 mewabah.
Sementara 88 persen dari anak-anak pengungsi dan terlantar di Suriah, Yaman, Irak dan Yordania dilaporkan sedang mengalami stres karena COVID-19, dan 75 persen mengaku bahwa mereka takut terinfeksi penyakit tersebut.
"Anak-anak yang terlantar di Yaman memperlihatkan angka kenaikan tertinggi dalam level stres dibanding level sebelum pandemi, dengan kenaikan 65 persen," kata NRC.
Stres datang dari tanggung jawab besar yang dirasakan oleh anak-anak pengungsi.
Selain mengurus diri sendiri, mereka juga harus memikirkan anggota keluar lain yang memiliki kondisi lebih buruk.
"Pandemi juga memaksa kebanyakan anak-anak untuk merawat adiknya, mengambil tanggung jawab orang dewasa yang meniadakan mereka dari masa kanak-kanak mereka. Ketika ditanya bagaimana mereka menghabiskan waktunya, jumlah tertinggi anak-anak, yakni 42 persen, menjawab mereka menjaga saudara laki-laki dan perempuannya," tambahnya.
Simpang siurnya pemberitaan tentang COVID-19 juga tidak memberikan efek baik, mengingat risiko kematian bisa terjadi pada siapa saja yang terinfeksi.
"Anak-anak yang sebelumnya mengalami peristiwa traumatik lebih rentan terhadap stres baru. Situasi COVID yang baru mampu menyerupai pengalaman traumatik terdahulu. Itu adalah perasaan yang mengancam kehidupan, kemungkinan masalah kesehatan yang parah dan kematian serta kehancuran," kata Jon-Hakon Schultz, psikolog pendidikan di Universitas Arktik Norwegia.
Baca Juga: Kisah Jawahir Roble, dari Pengungsi jadi Wasit Berhijab Pertama di Inggris
Apalagi, anak-anak pengungsi kerap mengalami pengalaman traumatik, seperti kehilangan rumah dan keluarga, akibat perang.
"Dan perasaan ini mirip dengan yang mereka rasakan selama pemboman, selama melarikan diri, selama masa perang. Jika kita tidak dapat melihat anak-anak kembali ke sekolah, maka mereka akan menderita selama sisa hidupnya," pungkasnya.
Berita Terkait
-
Ancaman Bencana Kedua Sumatra: Saat Wabah Penyakit Mengintai di Tenda Pengungsian
-
Cerita Ruangkan: Oase di Tengah Hustle Culture Bagi Para Pekerja Kreatif
-
Saat Gen Z Jogja Melawan Stres dengan Merangkai 'Mini Hutan'
-
Cerita Ruangkan, Solusi dari Bayang-Bayang Burnout dalam Hustle Culture
-
Status Bencana Nasional Masih Wacana, Pengungsi Aceh Sudah Terancam
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
Pilihan
-
Sriwijaya FC Selamat! Hakim Tolak Gugatan PKPU, Asa Bangkit Terbuka
-
Akbar Faizal Soal Sengketa Lahan Tanjung Bunga Makassar: JK Tak Akan Mundur
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
-
4 Rekomendasi HP OPPO Murah Terbaru untuk Pengguna Budget Terbatas
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
Terkini
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia
-
Teknologi Kesehatan Makin Maju: CT Scan Generasi Baru Percepat Diagnostik dan Tingkatkan Kenyamanan
-
Mengapa Air Minum Hasil Distilasi Lebih Aman untuk Kesehatan? Begini Penjelasannya
-
Temuan Baru tentang Polifenol Spearmint: Pendukung Alami Memori, Konsentrasi, hingga Kinerja Mental