Suara.com - Mungkin banyak orang yang menganggap bahwa makan makanan cepat saji sesekali tidak begitu berefek pada kesehatan. Tetapi, sebuah penelitian menunjukkan bahwa makan makanan cepat saji seminggu sekali pun memiliki efek pada kesehatan jantung.
Melansir dari Health Xchange, sebuah studi yang disusun oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Minnesota (UM) dan Sekolah Kesehatan Masyarakat Saw Swee Hock di Universitas Nasional Singapura (NUS) menyatakan bahwa makan makanan cepat saji terkait dengan penyakit jantung koroner.
Menurut para peneliti, faktor usia, merokok, dan tingkat aktivitas fisik mungkin memiliki risiko lebih kecil terkena jantung koroner daripada mereka yang makan makanan cepat saji.
Dalam studi ini, partisipan adalah orang-orang muda yang secara fisik aktif dan tekanan darah yang lebih rendah.
"Anda berharap kelompok ini memiliki risiko lebih rendah terkena penyakit jantung koroner. Sebaliknya, peserta penelitian ini memiliki insiden penyakit jantung koroner yang lebih tinggi, menunjukkan hubungan yang kuat antara seringnya asupan makanan cepat sajidan penyakit jantung koroner," kata Asisten Profesor Ho Kay Woon, Konsultan Senior dari Departemen Kardiologi di National Heart Centre Singapore (NHCS).
Studi tersebut menunjukkan bahwa makan makanan cepat saji ala Barat sekali seminggu dapat meningkatkan risiko seseorang meninggal akibat penyakit jantung koroner sebesar 20 persen.
Sementara bagi mereka yang makan makanan cepat saji dua sampai tiga kali seminggu, risikonya meningkat menjadi 50 persen. Sedangkan yang makan makanan ini sebanyak 4 kali seminggu risikonya meningkat jadi 80 persen.
Makan makanan cepat saji dua kali atau lebih dalam seminggu juga bisa meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2 sebesar 27 persen.
"Makanan cepat saji biasanya tinggi kalori, natrium, lemak trans, dan rendah serat makanan," kata Dr. Ho.
Baca Juga: Lawan Obesitas, Inggris Akan Batasi Iklan Makanan Cepat Saji
"Pola makan seperti itu, yang sebagian besar terdiri dari daging olahan dan karbohidrat olahan, dan telah dikaitkan dengan perkembangan penyakit seperti penyakit jantung koroner, diabetes tipe 2 dan sindrom metabolik," imbuhnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia